Jauh sebelum fotografi masuk kampus, dan masuk kedalam silabus institusi atau program khusus, fotografi telah diajarkan secara sistematis di Institute Seni Fotografi dan Disain (ISFD) pada tahun 1979. Beberapa tahun kemudian, ilmu fotografi masuk, sebagai program khusus di Institute Kesenian Jakarta (IKJ Jakarta), pada tahun 1992. Pada tahun yang sama pula, Galleri Fotografi Jurnalistik Antara (GFJA) hadir. Disusul Fakultas Seni Media Rekam ISI yogjakarta, pada tahun 1994. Pada tahun selanjutnya, berdirilah Fakultas Ilmu Seni di Universitas Pasundan, untuk Program Fotografi dan Film, pada tanggal 13 Februari 1996.
Berawal dari kursus singkat oleh Alm. RM. Soelarko (meninggal 12 Maret 2005), Jalan Riau 55 Bandung, pada tahun 1971 hingga 1974, dengan nama Fokine. Karena kesibukan beliau, kegiatan kursusnya pun terbengkalai. Kesempatan ini, kemudian dipercayakan kepada putranya, Prayitno Soelarko, sepulangnya dari Sydney (NSW) Australia untuk melanjutkannya. Meskipun tidak dengan secara eksplisit, menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan, namun Prayitno mengembangkannya lebih sistematis. Diakui pula, oleh Prayitno, bahwa selanjutnya, beliau (baca. Soelarko) hanya bersifat simbolis saja, tidak langsung terlibat di kepengurusan manajemen, maupun sebagai staff pengajar tetap. Namun bisa disebut sebagai penasehat, kadang memberikan kuliah luar biasa, atau berbagi pengalaman, meninjau pameran karya siswa, itupun disesuaikan dengan kesempatan dan waktu yang tersedia.
Berbekal ilmu fotografi yang didapat dari luar negeri, dan pengalamannya sebagai profesional fotografer, Koresponden majalah musik Aktuil di Sydney dan bantuan pamannya, RM Hartoko, Prayitno meneguhkan niatannya, mendirikan sebuah institusi, yang kemudian dinamai Institut Seni Fotografi dan Disain. Saat itu ilmu disain praktis masuk disertakan. (meskipun beberapa tahun kemudian, kurang begitu diminati)
Tercatat, tahun 1979, secara resmi ISFD berdiri, dan bersekretariat di jalan Riau No. 55 Bandung. Manajemen intitusi menawarkan ragam pelatihan fotografi, diantaranya program glamour, comercial art, basic photography, portraiture, cuci cetak foto warna dan hitam putih (Darkroom) Masing-masing program berdurasi dua jam, tiga kali seminggu selama satu setengah bulan. Untuk program fotografi Lanjutan dipegang langsung oleh Prayitno Soelarko, sebagai principal ISFD dan Program Dasar dipegang oleh Staf Pengajar lainnya.
ISFD meroket pesat, diawal tahun 1980-an, memberikan training khusus untuk departemen di LIPI, membekali staff-nya dalam rangka penelitian di lapangan. Berikutnya adalah staff humas PT. Nurtanio Bandung. Kemudian Staff Humas Pemerintah Daerah Kotamadya Bandung. Bukan hanya sebatas segmen korporat, ISFD-pun pernah menangani training khusus untuk 60 orang lebih calon fotografer dari agensi penyalur tenaga kerja kapal pesiar, Cipta Karya Bahari, yang kelak akan ditempatkan sebagai staff fotografi di pelayaran tersebut. Selain Prayitno sendiri yang memberikan training, ada pula staff pengajar yang direkrut ISFD, adalah Sjuaibun iljas dan Soelaiman Abadi (kini mereka berdua tercatat sebagai staff pengajar tetap di Fakultas Seni dan Sastra untuk program Seni Fotografi dan Film UNPAS). Karena masih kekurangan trainer, maka direkrut pula mantan siswa, diantaranya Guntur Primagotama (terdaftar sebagai siswa tahun 1993, dan mulai mengajar di modul basic photography sejak tahun 1994 hingga 1995), Fatra Nugraha, Agus item, Aep dan Zelfi, Herdi Soeharjo.
Bisa dikatakan bahwa, sepanjang tahun 1988 hingga 1990 adalah masa keemasan ISFD, untuk program fotografi. Sedangkan program disain tidak begitu berkembang, bisa dikatakan mati suri.
Tercatat beberapa nama yang pernah singgah disini diantara lain; Yuyun, Andre Walker, Chandra Ong, Naels, Achmad “Didik” Sadikin (kemudian mendirikan Casual photography di Red Point Advertising, bergerak di komersial) , Guntur Primagotama, Daud, putra Sam Bimbo, Kol. Syarwan Hamid (mantan Mendagri 1998-1999), Yoki Panji Baskara (Hypnosis Photography) , Lydia (fotogafer Maj. Foto Indonesia) dan Dewi (mantan Fotografer Jonas) Mia yang kini memegang penuh manajemen Jonas Banda Bandung, Rama Surya dan beberapa anak dari pemilik lab foto terkenal di Bandung. Dalam perjalanannya, ISFD pun bekerja sama dengan Mayagrafia, agensi model yang melahirkan Cyndhanita Arum, Ni luh Sekar Herdayani, Vera, Ria, Mia, dll. Agensi ini diurus oleh Uchy Prijodipoero (bergabung tahun 1989 hingga 1993), juga merangkap sekretaris manajemen ISFD.
Pada tahun1995 siswa ISFD ini menggelar pameran karya Siswa antara lain di Potret (Unpar), Yayasan Pusat Kebudayaan (Jl. Naripan) sekaligus mempertegas kualitas institusi ini, menggelar karya pameran foto bersama di CCF jalan Purnawarman Bandung. Goethe Institut, Landmark Building (Braga). Ada satu kisah unik, bahwa sebagai head of principal, Prayitno Soelarko bermaksud mengganti nama ISFD menjadi Pusat Pendidikan Seni Fotografi Indonesia (PPSF), ketika akan membuka kembali di Jl. Dago.Yang kemudian tidak disetujui oleh salah satu siswa seniornya, diantaranya Achmad “Dikdik” Sadikin. Alasan mendasarnya adalah, nama ISFD telah lama dikenal, jadi untuk mengganti nama, sama dengan re-branding, atau memperkenalkan kembali dari awal.
Ketika badai krisis menerpa Indonesia, tahun 1998, ISFD terkena imbasnya. Selain berkurangnya minat siswa untuk belajar fotografi, juga karena kesulitan finansial manajemen. Untuk bertahan, selain mengurangi staff pengajar dan manajemen, seluruh kegiatan belajar pun pindah ke lokasi baru, di jalan Dago (kini jadi pom bensin) pada tahun 2003. Inilah titik balik ISFD. Pada masa itu pun mulai bermunculan sekolah dan kursus fotografi di Bandung. Diantaranya; Stylize Jirman D. Martha jalan Cicendo, Pusat Pelatihan Jonas (PPFJ) pada tahun 1998 hingga 2003, dan berganti manajemen menjadi INOVA School of photography, jalan Dangdanggula 8. Medicourse, di jalan Sultan Agung no.10 Bandung, dan beberapa pelatihan fotografi informal dalam bentuk shortcourse; Seruni photo jalan Merdeka, Sekolah Foto Tjap Budhi ipoeng, PAF melalui yayasannnya dll.
Hingga kini, memasuki usia yang 62 tahun, Prayitno Soelarko masih menerima siswa dalam bentuk kursus tertutup dan terbatas, yang kini dilakukannya di rumahnya, jalan Parasitologi No. 10 Cigadung Bandung sampai sekarang. “Selama saya masih mampu, mungkin saya akan tetap mengajar” begitulah celoteh Prayitno, yang kini penggemar tanaman tropis, menutup wawancara. Inilah sejarah yang telah mewarnai khasanah fotografi Indonesia, Institute fotografi pertama di Indonesia. (Deni Sugandi)