Ditulis green canyon, atau lembah (sungai) yang asri hijau. Untuk membedakan dengan arti grand canyon di benua Amerika. Barangkali padanana tersebut untuk disandingkan, agar memeliki nilai promosi tinggi. Tetapi bila pernah mengunjungi ke DAS Ci Julang, tepatanya di bagian hilir, jauh berbeda dengan lembah dalam di Amerika.

Dalam peta tema geologi, lembar Pangandaran (Supriatna dkk., 1992), wilayah Cijulang masuk ke dalam Formasi Pamutuan (Tmpl). Disusun oleh batugamping, batugamping pasiran, kalsilulit, dan napal umur Miosen Tengah. Bila kembali sekitar 20-10 juta tahun yang lalu, sebagian besar Pangandaran selatan berada di bawah gelombang laut. Formasi Pamutuan diendapkan di lingkungan lauta dangkal, terbuka dan lautan yang tenang. Formasi ini tersebar luas mulai dari baralatu hingga ke sebelah tenggara. Ke sebelah baratnya hingga baratdaya, merupakan batuan yang lebih tua milik Formasi Jampang (Tomj), yang disusun oleh breksi. Formasi ini merupakan jajaran gunungapi-gununguap bawah laut, ditafsirkan sebagai Old Andesite Formation oleh Bemmelen (1949).

Khusus untuk (sungai) Ci Julang, merupakan lorong panjang berupa kanal. Kiri dan kanannya merupakan dinding tegak yang tererosi oleh proses karstifikasi. Sepanjang sungai tersebut dihiasi oleh berbagai ragam ornamen, aliran air terjun hingga ceruk-ceruk dan jeram yang terbentuk oleh kegiatan erosi sungai. Bila kembali pada proses pembentukannya, Ci Julang merupakan sungai bawah tanah, dengan bukti terbentuknya orgamen-ornamen gua yang terdapat pada dinding sungai. Panjangnnya kurang lebih 10 km, dari utara dan bermuara ke selatan.

Seiiring waktu, atap gua tersebut mengalami erosi lanjut oleh proses pelarutan air atau karstifikasi. Lambat laut kemudian ambruk, terbuka dan menghasilkan gawir terjal dan tegak sepanjang sungai. Di ujung lorong masih bisa disaksikan jembatan alami (bridge arc) yang kini disebut Cukangtaneuh. Dalam bahasa Sunda dimaknai dengan jembatan yang disusun oleh tanah (batugamping).

Hanya kesenangan yang diraih oleh tiga sahabat; Baban, Rahmat dan Muhajar, ketika mengisahkan awal mula usaha body rafting di sungai Ci Julang, Kabupaten Pangandaran. “Saat itu saya dibayar lima ribu rupiah” tandas Baban yang dikenal Bacin, salah satu pendiri BARAJA Body Rafting. Awal mulanya pertengahan 1997 mengajak tamu asing mengunjungi gua kars di ujung sungai Ci Julang, yaitu Guha Bau. Bagi penduduk setempat, lokasi tersebut dianggap angker, namun sang tamu bersikeras untuk terjut ke sungai, dan terjun ke sungai hingga 3 km penelusuran, dan tiba di Cukang Taneuh. Pesona lingkungan kars tersebut kemudian dijuluki Green Canyon oleh turis dari Amerika, Bill John dan pasangan Frank dan Astrid dari Perancis. Didapati panorma khas gua kars, yaitu kolom, Draphery, flowstone, stalactite, stalacmite dan material runtuhan dinding serta atap gua. Awal tahun 2000-an, Baban, Rahmat dan Muhajar, mendirikan usaha bersama Jungle and River Tour, kemudian diganti menjadi BARAJA Body Rafting. Wisata alternatif petualangan ini kini kian berkilau. Jumlah kunjungan tamu semakin intensif, maka hingga tahun 2014 terdaftar ada empat operator beroperasi di Cijulang, dengan jumlah pengunjung tiap akhir pekan mampu mengelola 300 hingga 600 orang. Wisatawan tersebut telah mendongkrak laju ekonomi Cijulang Pangandaran, yang disebut produk ekonomi kreatif, yang diawali tanpa sengaja Baraja

Bagian teras Gua Bau di Ci Julang, memperlihatkan ornamen yang berkembang di gua karst. (c)Deni Sugandi
Aktivitas kayaking di Ci Julang. (c)Deni Sugandi