Merupakan putri ke-6 Sultan terakhir Bima, Muhammad Salahuddin. Siti Maryam, dalam rangkaian menyambut 200 tahun letusan Tambora. Ditemui di kediamannya, sekaligus Museum Samparaja, museum kebudayaan dan peneltian budaya Bima, di Jalan Gajah Mada 2, Bima, NTB. Jelang usianya ke-87 tahun, beliau masih jelas memberikan keterangan tentang naskah kunoBo Sangaji Kai, naskah kerajaan Bima, yang ditulis menggunakan aksara Bima. Naskah ini kemudian ditulis ulang abad ke-19 dengan menggunakan huruf Arab-Melayu, menggunaka kertas dari Belanda dan Cina. Menempuh studi paskasarjana tahun 2007, di Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, kemudian meraih gelar Doktor filologi dalam usianya yang ke 83 dari Universitas Padjajaran. Jenjang S-1 dan S-2 dijalani Maryam di Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1953 hingga 1960. Kemudian aktif di berbagai kegiatan dan pemerintahan. Tahun 1957-1964 menjadi staf khusus pidada kehakiman, tahun 1966-1968 anggota DPR RI, Asisten Administrasi Sekretaris Wilayah Daerah Nusa Tenggara Barat tahun 1964-1968 dan staf pengajar di Universitas Mataram 1969 hingga 1987. Melaui beliau, ia melahirkan gagasan pulau Sumbawa menjadi provinsi mandiri tahun 2001, tercatat sebagai ketua Komite Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa.
Dalam wawancara ini beliau menyampaikan kekhawatirannya punahnya aksara Bima. Menurutnya, kini hanya ada satu orang mahasiswa IAIN Mataram Lombok yang telah lancar membaca aksara Bima kuno dan mahasiswa lulusan Filolofi Fakultas Sastra Unpad. Kini naskah tersebut diteliti oleh Henry Chamber Loir, menerbitkan Bo’ Sangaji Kai: Catatan Kerajaan Bima, diterbikan oleh Tatasan Obor Indonesia, 1999. (sumber: wawancara dan berbagai sumber internet)