Bentuk seni beladiri dan tari berasal dari Belitung. Beladiri yang menggunakan rotan sebagai alat pukul, tanpa menggunakan perisai, dan dimainkan oleh dua orang. Dengan diiringin musik tabuhan, pemain berusaha memukul lawan di bagian punggung. Pemenang akan diperlihatkan dengan memukul telak beberapa kali lawannya. Seni ini konon lahir dari memperebutkan seorang gadi di Kelekak Gelanggang (sekarang desa Mentigi), kemudian kini menjadi seni dan beladiri yang diselenggarakan pada saat acara sukuran, acara pernikahan atau upacara lainya. Permainan ini dipimpin oleh seorang dukun kampung dibantu seorang juru pisah dan pencatat, dan dimainkan pada malam hari. Dukun akan memerintahkan pemain untuk membuka baju bagian atas, kemudian kepala ditutup dengan sehelai kain, sementara tangan kiri diikat kebat (dibungkus) untuk menangkis pukulan lawan. Dukun akan membacakan aturan untuk tidak menyerang bagian kepala atau bagian pinggang ke bawah, dan pukulan yang sah adalah di bagian punggung.