Tubir kawah G. Burangrang dari arah selatan. Terlihat longsoran terbuka ke arah baratlaut. (c)Deni Sugandi

Dalam tafsir cerita rakyat Sunda di Cekungan Bandung, G. Burangrang dimaknai sebagai ranting pohon atau rangrangan. Berarti ranting atau bagian atas dari pohon yang ditebang untuk pembuatan perahu, sebagai syarat saat mempersunting Dayang Sumbing. Bagian batangnya adalah kini berwujud punggungan Sesar Lembang yang membujur barat timur. Sedangkan akarnya adalah G. Bukittunggul berupa pangkal batang yang masih tertanam di tanah. Menandakan Sangkuriang menebang pohon besar, kemudian rubuh ke arah barat dan membentuk tubuh pohon yang lengkap (T Bachtiar, 2004. Daryono, 2021).

Dengan demikian lengkaplah pengambaran struktur pohon, diwakili oleh fitur bumi yang kini menjadi ciri bentang alam di Bandung utara. Pemaknaan demikian diselaraskan dari tafsir cerita rakyat Sangkuriang, kedalam bingkai sejarah bumi. Ahli geologi Bemmelen menyakini terjadi sekitar 6000 tahun yang lalu, sehingga peristiwa tersebut masih bisa disaksikan oleh budaya praaaksara. Peradaban prasejarah yang masih menempati gua-gua disekitar perbukitan karst Citatah, Padalarang.

Kisah ini dituliskan oleh seorang pengembara yang menolak kemewahan istana. Bujangga Manik adalah seorang tohaan atau bangsawan dari kerajaan Sunda yang masih bercorak Hindu-Budha. Melakukan perjalanan dua kali, mencari sumber keagamaan di masa Majapaphit. Naskah kesaksian perjalanan ini ditulis, antara 1400 hingga 1500 masehi. Bukti fisiknya masih tersimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford Inggris sejak 1627.

Untuk mengupas sejarah bumimnya, hanya disebut dalam bagian kecil saja. Belum ada penelitian khusus mengenai gunungapi purba ini. Secara umum Silitonga (1973), membagi menjadi tiga, hasil batuan gunungapi Kuarter Tua, Batuan Gunungapi tak teruraikan dan batuan gunungapi muda Tangkubanparahu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktifitas volkanik G. Burangrang masuk ke dalam satuan gunungapi tua, bersamaan dengan kegiatan letusan G. Sunda. Kemudian Hadisantono (1988), mendetailkan kedalam satuan aliran lava G. Burangrang, hasil letusan samping (flank eruption), seiring dengan kegiatan G. Sunda Umur Kuarter awal. Diperkirakan antara 0.56 MA sampai dengan 0.205 MA.

Dengan demikian G. Burangrang merupakan bagaian dari sistem G. Sunda. Ditafsirkan sebagai anak gunungapi, sedangkan dalam pendapat Hadisantono adalah letusan samping (Peta Geologi G. Tangkunban Parahu, Komplek Gunung Api Sunda (1992). Letusan samping adalah letusan yang terbentuk di luar pusat letusan, biasnya dibagian puncak gunungapi tipe strato. Terjadi akibat kepundan pada pusat letusan tertutup oleh produk lava yang bersifat asam, sehingga terbentuk kuba lava. Dengan demikian magma akan bergerak secara lateral, mencari zona lemah yaitu dibagian samping.