Dari dataran rencah sekitar Ciparay kemudian memandang ke arah selatan. Terlihat jajaran perbukitan yang memanjang barat-timur, dari Baleedah ke Ciparay. Merupakan bagian dari jajaran perbukitan disebelah selatan Cekungan Bandung. Memanjang sekitar 15 km dengan punggungannya dihiasi puncak-puncak yang diintepretasi merupakan pusat letusan di masa lalu.
Bagian dari sistem gunungapi purba, tumbuh di atas jalur sesar G. Geulis-Koromong. Terbentuk akibat magma dari dalam bumi, naik kepermukaan melalui jalur sesar yang berarah barat-timur, memotong kelurusan sesar geser menganan Cileunyi. Dalam peta geologi regional pada lembar Garut (Alzwar, dkk., 1992). Ditafsirkan sebagai sesar normal, bagian blok utara naik, dan bagian selatannya merupakan blok yang turun. Selanjutnya Alzwar, mengelompokannya kedalam satuan Andesit Waringin-Bedil, Malabar Tua. Dalam tafsirannya, mengelompokan endapan gunungapi ini bagian dari sistem G. Malabar. Disusun oleh perselingan lava, breksi dan tuf, bersusun andesit piroksen dan hornblenda. Umurnya sekitar Pliestosen, atau sekitar 1.8 jt hingga 700 ribu tahun yang lalu. Dari data pemboran Pertamina, kelompok perbukitan di area Baleendah-Arjasari bahkan berumur lebih tua, atau Umur Miosen atau sekitar 12 juta tahun yang lalu (Soeria-Atmadja drr., 1994). Berdasarkan batuan Formasi Beser, yang menjadi alas tumbuhnya gunungapi.
Dalam penelitian Sutikno Bronto (2016), dikelompokan kedalam Satuan Batuan Gunungapi Baleedah (BV). Dari bentang alamnya, membentuk jajaran perbukitan dengan puncak-puncaknya yang barada di atas seribu meter di atas permukaan laut. Diantaranya G. Geulis 1154 m dpl. yang berada di bagian barat, G. Pipisan 1071 m dpl., di bagian tengahnya, kemudian bagian timurnya ditempati kerucut G. Bukitcula 1073 m dpl. Satuan batuan ini disusun oleh perlapisan aliran lava andesit, dengan sisipan breksi piroklasatika. Sehingga bila ditarik dari umur pembentukannya, merupakan tinggian gunungapi yang hadir lebih awal di Cekungan Bandung.
Diperkirakan evolusi pembentukan jajaran gunungpai Baleendah-Arjasari-Banjran-Ciparay terbentuk sejak Umur Pleistosen. Diawali dengan kegiatan vulaknisme Bukitcula yang berumur 3.20 juta tahun yang lalu (Sunardi dan Koesoemadinata, 1999). Pembentukan kedua adalah kegiatan kegunungapian sebelah barat, ditandari dengan kerucut G. Geulis dan G. Pipisan. Terjadi sekitar 2.80 juta tahun yang lalu. Aktivitas gunugapi ditutup oleh kegiatan G. Tikukur yang berada di sebelah selatan. Dicirikan dengan morfolofi yang membentuk seperti bulan sabit, dan membuka ke arah baratdaya.
Cadas Palintang merupakan bagian dari sistem G. Geulis, kegiatan aktivitas kegunungapiannya 2.80 juta tahun yang lalu (Bronto, 2016). Dalam peta lama Topographisch Bureau Batavia, lembar Tjiheulang tahun 1906. Bagian dari puncak sebelah timur, merupakan milik G. Geulis 1155 m dpl. puncak lainya berada di sebelah utara, dan selatan. Sedangkan bagian baratnya adalah kerucut Cadas Palintang. Bila puncak-puncak tersebut ditarik garis konsentris imajiner, membentuk satuan pusat letusan. Kawahnya membuka ke arah barat, sekitar kearah Banjaran.
Masyarakat menyebutnya G. Cadas Palintang 998 m dpl., berada di Desa Margaluyu, Arjasari, Kabupaten Bandung. Cadas adalah batu, sedangkan arti palintang dalam bahasa Kawi berarti ilmu perbintangan. Makna tersebut bisa dikaitkan denga tinggian puncak Cadas Palintang. Merupakan titik terbaik untuk menyaksikan panorama menjelang matahari terbenam. Posisi dari puncak Cadas Palintang terbuka ke arah barat, berhadapan langsung dengan dataran rendah Banjaran. Bila dalam kondisi cuaca baik, bisa melihat Waduk Cirata dan puncak G. Gede-Pangrango.
Jalur pendakian didominasi oleh pohon kaliandra merah ( Calliandra calothyrsus). Dicirikan dengan memiliki kuncup dan bunga terbuka berwarn merah. Sebaran pohon kecil atau semak besar ini terdapa dibatas perumahan warga hingga mencapai kawasan puncak. Tumbuhan invasif ini berasal dari Guatemala, yang didatangkan tahun 1936. Kehadiran pohon ini untuk kebutuhan kayu bakar warga, menggantikan pohon pinus yang menjadi komoditas hasil hutan. Selain itu berfungsi sebagai jenis tanaman pionir, dimanfaatkan untuk memberantas tanaman liar seperti gelagah, tembelekan dan alatng-alang. Tumbuhnya cepat, sehingga digunakan juga sebagai penahan erosi tanah terutama dikawasan lereng.
Pohon ini digolongkan sebagai pohon kecil yang bercabang, dengan tinggi rata-rata sekitar 3-5 meter. Bisa mencapi tinggi 12 meter, dengan diamter batang hampir 20 cm. Keberadaanya melimpah, sehingga masyarakat memanfaatkan untuk menjadi bahan briket arang. Dilakukan melalui proses sederhana, proses pembakaran tidak langsaung (karbonisasi), dengan menggunakan drum. Arang yang diperoleh kemudian disaring dalam bentuk serbuk, kemudian keringkan. Selanjutnya dicetak menjadi ukuran tertentu, dibentuk dengan menggunakan bahan perekat tapioka.
Saat ini Gunung Palintang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa, menawarkan paket hiking, dan pemanjatan tebing cadas setinggi 45 meter. Jalur pendakiannya telah ditata dengan baik, dan dibagi menjadi dua segmen perjalanan. Dari basecamp atau pintu gerbang Cadas Palintang, hingga rumah singgah pa Aud. Kemudian dilanjutkan ke puncak Cadas Palintang melalui areal kemping di bawah puncak Cadas Palintang. Jalur pendakian dan pemenjatan ini sangat cocok bagi petualangan alam. Sekaligus titik terbaik untuk melihat sejarah pembentukan bumi di Bandung Selatan, melalui kegiatan aktivitas hasil letusan gunungapi di masa lalu.