Memandang dari Cimalaka ke arah baratdaya, terlihat bentuk kerucut perbukitan. Seperti meninggikan dirinya dari dataran rendah sekitar Desa Kebonjati, Sumedang Utara. Wilayah yang menjadi batas sebelum menjelang Kota Sumedang dari arah timur. Disebut G. Kacapi, yang merujuk ke alat kesenian tradisi Sunda.

Dari kejauhan bentuknya tajam membentuk kerucut. Sebagian puncaknya terpancung akibat dierosi waktu.Tingginnya mungkin tidak lebih dari 678 m dpl. ideal untuk menjadi titik orientasi bentang alam, termasuk sebagai puncak yang bisa memandang ke segala arah. Terutama bagi yang mereka datang dari arah timur melalui jalan Cimalaka. Fitur bumi ini sebagai tanda, sebentar lagi akan memasuki kota Sumedang. Romansa demikian dituliskan dalam pupuh Sinom ke-lima, dari Babad Sumedang. Menggambarkan kondisi kota lama Kutamaya, sebelum dialihkan ke posisi kota saat ini. Dalam pemerintahan Pangeran Geusan Ulun pada abad ke-17, menyebutkan kota Sumedang berada di sebelah selatan G. Kacapi.

Keberadaanya diapit oleh jalan Tol Cisumundawu segmen Cimalaka di sebelah utara. Kemudian jalan raya nasional yang menghubungkan Cirebon-Sumedang. Dalam peta geologi Bandung (Silitonga, 1973) dimasukan ke dalam Hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan (Qyl). Belumlah ada penelitian yang lebih mendalam, menguraikan kapan dan bagaimana kerucut tersebut bisa hadir di utara Sumedang.

Sekilas dari morfologinya seperti perbukitan intrusi batuan beku. Magma dalam perut bumi, mencari jalan keluar kemudian muncul melalui rekahan (sesar). Muncul di sebelah utara Sumedang, akibat dipengaruhi oleh sesar Cileunyi-Tanjungsari segmen Timur (Supartoyo, 2020). Sesar yang memangjang baratdaya-timurlaut, memotong kota Sumedang. Sesar yang diduga aktif, melampaui Bukit Jarian disekitar Cibeusi, Jatinangor hingga di utara G. Kareumbi.

Keberadaanya sekitar 7 km dari puncak G. Tampomas 1634 m dpl. Sehingga bisa saja ditaksir sebagai sub volkano gunungapi tersebut. G. Tampomas merupakan gunungapi yang sudah tidak aktif (Bronto, 2006). Dikelompokan kedalam gunungapi umur Kuarer. Dari data petografi dan hasil geokimia, G. Kacapi berkomposisi andesit basal (Dirk, 2008). Keberadaan G. Kacapi bagi warga sekitar, dianggap sebagai bukti sejarah perkembangan kerajaan Sumedang abad ke-17. Desa yang dinaungi G. Kacapi, didominasi lahan pesawahan. Tersebar di bagian utara, timur dan selatan. Sedangkan di bawah lereng gunung ini merupakan lahan perkebunan.

Outlet Cisumundawu segmen Cimalaka, dengan latar G. Kacapi. (c)Deni Sugandi