Longsor yang terjadi di Bukit Leuweung Kadu, Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. Terjadi pada 15 Januari 2022, kurang lebih pukul 16.30 WIB. Material longsoran tersebut menutup areal sawah warga, dengan luas area 2 hektar. Dari akun resmi BPBD Sumedang, tidak dilaporkan korban manusia, hanya kerugian material berupa areal sawah.

“Sejak tahun lalu disposal TOL Cisumundawu ditimbun di puncak Bukit Leweung Kadu” jawab warga di Desa Ciherang. Tanah yang ditumpuk tepat di puncak bukit tersebut, berasal dari material buangan dari kegiatan proyek pembangunan TOL Cileunyi-Sumedang-Dawuan segmen Rancakalong. Bila dihitung melalui bantuan google map, untuk segmen puncak bukit tersebut, kurang lebih luas kelilingnya 1.6 km. Secara tidak langsung struktur timbunan tersebut memberikan pembebanan di bagian atas perbukitan tersebut, sehingga diperkirakan mampu mempengaruhi kesetabilan lereng di bagian bawahnya.

Dugaan lainya adalah tutupan lahan yang telah berubah menjadi komplek sawah bertangga. Sehingga kesetabilan lereng terganggu. Menurut warga yang menyaksikan langsung, longsoran terjadi dalam bentuk luncuran material tanah, lumpur disertai air dalam volume besar. Terjadi dalam satu kali peristiwa yang biasanya diikuti oleh longsoran selanjutnya, hingga lereng tersebut menjadi stabil kembali.

Dilihat dari bidang terjal yang terbentuk saat ini, mencirikan bidang gelincirnya membentuk cekungan, khas gerakan tanah tipe rotasi. Dibagian dasarnya terlihat penumpukan material gelinciran (depossitional area), dengan lebarnya kurang lebih 116 meter. Sebagian materialnya turun hingga Ci Tepus.

Gerakan tanah, atau masyarakat menyebutnya dengan longsor. didefinisikan sebagai masa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir dan kerakal serta bongkah atau lumpur yang begerak sepanjang lereng atau ke luar lereng.

Pemicunya bisa diakibatkan faktor geologi, morfologi dan aktifitas manusia. Seperti yang diceritakan oleh salah seorang warga, bahwa persis di bagian puncak Bukit Leuweung Kadu terdapat aliran irigasi. Saluran air tersebut diambil dari curug Cipongkor yang berada di sebelah timur. Kemudian dialirkan melalui lereng, untuk mengairi sawah di daerah Ciwaru dan Cijeunjing.

Saluran irigasi tersebut turut menyumbang terjadinya gerakan tanah. Diduga terjadi rembesan air, yang berjarak kurang lebih 1 meter dari mahkota longsor. Penjenuhan material oleh air hujan yang turun sejak siang, menyebabkan beban materail semakin bertambah. Kemudian akrena adanya pengarauh gravitasi, aliran air yang tidak tertampung, dan adanya batas kontak antara materail stabil dan tidak stabil, berfungsi sebagai bidang gelincir. Material tidak stabil tersebut bergerak menuruni lereng  bukit, hingga teredapkan di area karena gaya gravitasinya tidak berpengaruh lagi.

Saat ini aliran irigasi masih normal, namun karena lereng tersebut tidak stabil maka kemungkinan bisa jebol. Diperlukan tindakan segera untuk mengalihkan saluran irigasi, dan pemasangan brojong sebagai penahan dalam jangka pendek. Langkah selanjutnya membuat saluran gorong-gorong agar tidak ada lagi rembesan air.  Untuk jangka pangjangnya adalah rekomendasi petanaan lahan, dan penghijauan.

Longsor di Cibening, Sumedang, Indonesia
Mahkota longsor dengan puncaknya terbuka tanpa vegetasi