Selepas perbukitan karst Citatah, jalan provinsi mengarahkan kendaraan ke arah barat. Kurang lebih setelah melewati jembatan Ci Kapundung, bentang alam tidak lagi berkelak-kelok seperti di Citatah. Kiri dan kanan membentang sawah sejauh mata memandang hingga batas cakrawala.
Dalam catatan sejarah kawasan ini merupakan lumbung padi Priangan. Keberhasilan pertanian tersebut didukung oleh sistem irigasi pertama di masa kolonial, menjadikan Cianjur sebagai penghasil beras. Irigasi Cihea merupakan irigasi teknis tertua di Indonesia, mulai dibangun 1879 hingga 1904, kemudian mulai berfungsi pada 1914.
Bendungan Cihea/Cisokan yang memanfaatkan Ci Sokan hulu, terletak di Sukarama, Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Diapit oleh Pasir Nyangkorot 660 m dpl. di sebelah barat, dan Pasir Sukarama 667 m dpl. di timur. Ci Sokan merupakan lembah yang dalam dengan tinggi permukaan 380 m dpl. Disusun oleh batuan gunungapi (Pb), dalam peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972) berupa breksi tufaan, lava, batupasir, konglomerat. Umurnya Pliosen atau sekitar 3.2 juta tyl.
Dibangun pada masa kolonial Belanda pada 1879 hingga 1904, kemudian digunakan pada 1914. Merupakan sistem daerah irigasi teknis tertua di Indonesia, memanfaatkan perbedaan ketinggian lebih dari 120 meter, antara Ci Sokan bagian hulu ke Bojongpicung di bagian hilir.
Namun sistem irigasi tersebut tidak beroperas optimal, karena pengelolaannya dan pemeliharaanya tidak dikuasai oleh para petani. Dampaknya adalah munculnya rawa-rawa yang menjadi sarang nyamuk malaria. Wabah malaria timbul pada awal 1934 melanda Cihea. Wabah tersebut akhirnya bisa diselesaikan dengan mengutus dokter Mangkupraja.
Di Bendungan tersebut dibuat sistem distribusi pengairan melalui terowongan air dengan panjang 1200 meter, dan diameter 3 meter, kemudian dilanjutkan melalui sungai terbuka dengan lebar 3 hingga 5 meter, melalui Sukarama. Luas areal sawah yang terairi 5.484 ha sekitar pesawahan di sekitar Ciranjang, Haurwangi dan Bojongpicung, Cianjur. Pemerintahann kolonial saat itu telah memetakan Cianjur sebagai lumbung padi, sebagai upaya penguatan sumber pangan di Priangan.
Fungsi irigasi adalah satu-satunya kunci peningkatan produksi beras melalui pesawahan, sehingga pembangunan sistem daerah irigasi menjadi utama. Usaha pembangunannya memanfaatkan tenaga buruh dan pekerja paksa, baik dari masyarakat sekitar maupun dari luar Cianjur. Korban cukup banyak berjatuhan, mengingat usahanya untuk membuat terowongan air, untuk memindahkan aliran Ci Sokan ke sistem daerah irigasi. Diperlukan waktu yang lama, untuk membobol perbukitan Pasir Sukarama yang disusun oleh endapan material vulkanik tua. Dalam upayanya dicatatkan telah banyak meminta korban para pekerja paksa, selain lingkungan kerja yang buruk, termasuk penggunaan teknologi sederhana.
Sistem irigasi pertama di masa kolonial ini, menjadi acuan dalam pembangunan irigasi ditempat lainya. Keberadaanya masih berfungsi dengan baik hingga kini, namun luas wilayah pesawahan kian menyusut, akibat berlomba dengan alih fungsi menjadi hunian dan pengembangan sektor industri.