Secara fisiografis pulau Nusa Nipa ini diapit oleh busur Sunda di bagian barat, dan busur Banda di sebelah timur. Di bagian utara dibatasi cekungan Flores, dan di selatan oleh cekungan Savu. Kepulauan Sunda Kecil ini memiliki cerita pembentukan kebumian yang berbeda.

Dihasilkan dari bentukan lempeng Samudra Hindia yang bergerak ke arah utara, dan mendesak lempeng Eurasia kemudian terbentuk pegunungan busur Sunda. Kerucut-kerucut inilah kemudian dimaknai sebagai lintasan cerita, peristiwa letusan, gempa vulkanik, awan panas hingga longsoran lahar hujan.

Peristiwa letusan gunungapi menjadi bagian penting dari proses pembentukan kearifan budaya, terutama bagi masyarakat yang mendiami lereng-lereng gunungapi aktif. Dampak letusan ini menjadi pengingat makna bahaya dan acaman, kemudian diterjemahkan dalam mitos-mitos. Cerita lisan tersebut menjadi penjaga kesadaran akan bahaya, sebagai bentuk pengetahuan kearifan lokal untuk mitigasi. Hasil budayanya bukan sekedar takjub tetapi penghargaan gunung sebagai lingkup transendental-hubungan manusia dan penciptanya.

Ditradisi Nagekeo lahir kepercayaan Ebu Gogo, legenda manusia kerdil yang mendiami kepulauan Flores pada masa awal. Penelitian merujuk ke Homo Floresiensis dengan ukuran badan lebih kecil dari manusia modern. Endapan vulkanik di penggalian Liang Bua bagian barat Flores, dan cekungan Soa merupakan ciri material gunungapi. Letusan tersebut terjadi kurang lebih 12.000 tahun yang lalu dan membinasakan hobbit. Di ujung paling timur Flores, asal usul raja Larantuka, Sri Demon diturunkan burung garuda dari Gunung Ilemandiri.

Sumber keterangan lisan menyatakan bahwa para leluhur ini kemudian pindah menjauhi kawasan bencana gunungapi, diperkirakan jauh sebelum kolonial tiba abad ke-19 di Flores. Dalam keterangan penelitian ahli antropologi Gregory Forth (2008), Ebu Gogo menyerupai manusia, ia berjalan tegak tetapi tidak memilki ekor yang dibungkus oleh bulu dan wajahnya menyerupai kera atau orang utan dengan taring yang besar. Mitos lain diciptakan berkaitan dengan pembentukan gunungapi di suku Ngada.

Dikisahkan pertempuran Gunung Inerie dan Gunung Ambo Rombo, yang saling berhadapan di Ngada. Perselihan ini terjadi karena ketidak cocokan untuk menentukan belis atau mas kawin. Di kalangan suku Flores di tengah dan timur, bila tidak bisa dibayar, maka belis menjadi utang yang bisa turun temurun.

Dalam satu kesempatan, Inerie memotong leher Ambo Rombo yang mengakibatkan luka-luka yang dalam, mengeluarkan darah yang panas. Letusan Ambo Rombo dipercayai sebagai hasil perselisihan yang dimitoskan oleh suku Ngada di kaki gunung aktif, Bajawa. Seorang pensiunan guru, John Regang mencatatkan dari berbagai sumber lisan, bagaimana Gunung Inerie memberikan berkah kepada masyarakat. Nama gunungapi ini adalah merujuk kepada seseorang yang dimitoskan mengusai orang-orang mati. Ia tinggal di puncak-puncak gunung berapi.

Kerucut gunung-gunung di Flores memiliki kisah tersendiri. Sepeti perseteruan kisah percintaan adantar Iya, Meja dan Wongge. Kisah ini mengupas Legenda Ende Lio, mengenai terbentuknya gunungapi di Ende, diantaranya Gunung Meja, Pulau Koa dan Pulau Ende.

Dalam kisah tersebut diceritakan tentang gadis cantik bernama Meja, yang diperebutkan oleh Wongge dan Iya. Iya yang berperilaku buruk, menyebabkan Meja menjatuhkan pilihannya kepada Wongge yang bersikap baik. Pilihan itu membuat Iya gusar, kemudian membunuh Meja. Kepalanya dibuang ke selatan, kemudian menjadi gunung pulau? Dan pedang Iya dilemparkan kemudian menjadi Pulau Ende.

Kisah penciptaan gunung dan manusia, ditemui pada budaya pra-Hindu kisah pembentukan gunung-gunung di Jawa. Dalam kitab Tantu Panggelaran yang bernafaskan Hindu di masa kahir perkembangannya di abad-15, dikisahkan pada dewa bersepakat memindahkan setengah gunung Mahameru dari India ke Jawadwipa. Pemidahan gunung ini untuk meredam gejolak pulau jawa yang sering digoncang gempa dan amuk laut samudera. Saat tubuh gunung diterbangkan, kemudian sebagian rontok dan menjelma menjadi gunug-gunung dari barat ke timur, diantaranya gunung Wilis, Kawi, Arjuna, gunung Welirang atau disebut juga Kemukus. Gunung itu ditancapkan menjadi puncak tertinggi di Jawa, disebut Mahameru atau Semeru dan ditopang oleh gunung Brahma di sebelah selatan. Puncak Mahameru kemudian dipengal oleh para dewa, dan menjadi Gunung Penanggungan atau Pawitra.

Dalam keilmuan, mitos dan pembentukan bentang alam dipelajari dalam Geomythology. Pertama kali diusulkan oleh Dorothy Vitaliano 1968, seorang ahli geologi yang menekuni hubungan ilmu geologi dan mitologi. Dalam keterangannya menyatakan bahwa cerita lisan (oral) diturunkan dalam konteks tradisi dari setiap lintas generasi.

Cerita tersebut merupakan ungkapan ekspresi dalam konteks bahasa mitos dan memiliki informasi tentang bentukan alam melalui pengamatan. Ilmu ini bisa menjadi kajian dasar penelitian-penelitian selanjutnya yang mengisahkan tentang bencana gempa, tsunami, banjir, jatuhnya meteor, dan sebagainya.

Seperti mitos smong di masyarakat di pulau Simeuleu, terletak di sebelah barat daratan Provinsi Aceh. Masyarakat tidak mengenal tsunami, tetap fenomena gelombang pasang air laut disebut Smong, dengan ciri-ciri air laut mendadak surut, kemudian disusul gelombang ombak hingga puluhan meter. Budaya smong kemungkinan dikenal awal abad ke-19, ditandai peristiwa tsunami yang terjadi 1907. Mitos ini kemudian menyelamatkan warga pulau Simeuleu dari amuk tsunami 2004. Dicatatkan korban di pulau ini mencapai 10 orang meninggal, lebih buruk dibandingkan di yang terjadi di Banda Aceh, dan sekitaranya.

Mitos-mitos tersebut menjadi penting bagi penghuni yang memiliki potensi rawan bencana. Seperti masyarakat adat yang mendiami lereng-lereng gunungapi aktif sepanjang busur Sunda.

Gunung dan suku-suku etnis di Nusa Nipa sangat erat kaitannya. Tanpa gunungapi mungkin budayanya akan berbeda pula dengan yang telah hadir saat ini. Pembentukan budaya tersebut tidak lepas dari bentuk, ketersediaan sumber daya alam dan daya tahan terhadap bencana. Selain memberikan manfaat kesejahteraan lahan yang subur, air yang melimpah, juga pemandangan yang mengisi makro dan mikrokosmos mereka.

Warisan alam inilah yang selalu memperkaya pemahaman untuk hidup damai, dan meyakini alam lebih unggul dari manusia, sehingga bisa menata hidup damai berdampingan, menjalani perannya masing-masing. Alam mampu memberikan bencana, sekaligus melimpahkan keberkahan. (Tulisan pengantar pada buku Nusa Nipa, 2016)

Kerucut khas gunungapi kembar Gede-Pangrango, Jawa Barat
Sangeang Api, Nusa Tenggara Barat.

2 Comments

  • Terima kasih untuk ulasan yang menarik sekali ttng gunung api yang ada di Nusa Nipa, bang. Dan, mohon pencerahannya bang ttng gunung Poco Leok yang berada di kab. Manggarai, apakah gunung itu termasuk gunung api?

    Terima kasih šŸ˜Š

    1. Poco (gunungapi) Leok adalah gunugapi yang sudah beristirahat panjang (dorman). Dicirikan dengan bentuk kerucut, walaupun saat ini sulit melihat bentuk ciri khas gunungapi strato. Bentuk demikian menandakan hasil kegiatan letusan dimasa lalau. Saat ini sudah menjadi dorman, tetapi sumber panasnya masih ada yang ditunjukan dengan memiliki cadangan panas bumi hingga 100 MW di Dea Lungar.