Sejak subuh tadi udara masih basah, menandakan angin barat yang mengayun-ayunkan kapal oleng ke kiri dan ke kanan. Dengan sigap pengemudi perahu kayu mengarahkan haluan, kadang memperkuat putaran baling-baling. Tidak harus melawan, tetapi mengikuti arah angin sekaligus harus mampu membaca ombak, jelas pengemudi kapal dengan tenang. Sejak meninggalkan dermaga Tanjung Kelayang, saya disuguhi bongkah-bongkah batu granit, yang muncul dibatas permukaan laut. Seakan-akan perairannya dangkal memunculkan bongkah batuan, tetapi duduk di atas batuan induk batu yang lebih besar, menandakan bahwa pulau Belitong berdiri di atas batu granit. Batuan granit tersebut menjadi menarik, karena bentuk-bentuknya bervariasi, bahkan bila memainkan imajinasi, dengan titik pandang yang pas, batuan tersebut membentuk fitur-fitur fauna imajinatif. Titik kunjungan pertama dalam rangkaian hoping island, perahu mengarah ke pulau Burung Garuda, yang terletak 2 mil dari Tanjung Kelayang. Disebut pulau karena ia membentuk daratan, yang disusun oleh batu granit yang telah lapuk oleh proses abrasi ombak laut, panas panggangan matahari hingga beratus-ratus tahun. Tatahan alam ini membentuk seperti burung garuda, lengkap dengan sayap dan ciri khas bagian paruh yang lancip. Masyarakat di Tanjung Kelayang menyebutnya Batu Garuda.

Perjalanan dilanjutkan menyusuri tepian pantai bagian utara pulau Belitong, disuguhi pemandangan pulau-pulau kecil yang ditempati oleh bongkah-bongkah batu dari ukuran sedang, hinga melebihi ukuran rumah pada umumnya. Bongkah batu granit tersebut membundar, karena proses pelapukan fisika dan kimia yang masih berlangsung hingga kini. Pemberhentian kedua yaitu Batu Berlayar. Saya telah menduga bahwa penamaan tersebut selalu dikaitkan dengan bentuk morfologi batuan. Maka Batu Berlayar kurang lebih bentuknya seperti layar perahu, yang sedang mengarungi samudera. Dugaan saya tepat, ternyata layar kapal yang dimaksud adalah batu granit yang menjualang tinggi, nampak seperti kolom dan bila dari kejauhan membentuk seperti layar. Bentukan imajinatif demikian tidak sepenuhnya sama persis, karena diperlukan cara melihat yang berbeda. Keunikan tersebut menjadi sumber cerita para pemandu wisata ketika menjelaskan singkapan batuan granit. Batu granit disebut batuan dalam, terbentuk jauh di bawah permukaan Bumi, dengan kedalaman kurang lebih berpuluh-puluh kilometer. Digolongkan ke dalam batuan beku yang membentuk batolit. Karena terjadi proses tektonik, batuan-batuan tersebut terangkat, bahkan beberapa segmen mengalami pematahan dan peretakan. Akibat proses tektonik tersebut, batu granit yang terbentuk jauh di dalam perut Bumi, kemudian muncul ke permukaan. Ketika tersingkap, tubuh granit tersebut mengalami deformasi, massa batuan kemudian membelah dan retak-retak. Proses pelapukan dan erosi serta abrasi mengikisnya secara perlahan-lahan. Seiring waktu dan terjadi berulang-ulang selama ribuan tahun, bongkah-bongkah granit tersebut seakan-akan terpisah dengan jarak tertentu. Sebenarnya bongkah batu granit raksasa tersebut hanyalah bagian atas saja dari tubuh batuan yang sangat besar, yang terletak di bawah permukaan.

Tujuan berikutnya adalah ke pulau Lengkuas, yang terletak di wilayah administratif Kecamatan Sijuk. Beberapa sumber menyatakan bahwa Lengkuas adalah salah satu tanamana yang biasa dijumpai di pulau ini, dengan nama latin Alpinia galanga. Tetapi nama tersebut justru bukan diambil dari tanaman, tetapi bisa jadi untuk sebutan rumah berbentuk memanjang yang ditempati para pekerja, disebut “Long House”. Karena pelafalan dan lebih menekankan kepada nama yang telah dikenal, maka diucapkan Lengkuas.

Pulau seluas 1 Ha dikelilingi oleh pasir kuarsa, dan kelompok bongkah-bongkah batu granit yang tersusun rapih, seakan-akan ditata sedemikian rupa oleh manusia, namun semuanya terbentuk secara alami. Di pulau ini dijumpai salah satu fasilitas negara, Mercusuar yang dibangun 1882 pada masa kolonial. Tinggi bangunan ini mencapai 65 meter, terdiri dari 18 lantai, dengan jumlah anak tangga 313, dan diperlukan waktu antara 15 hingga 20 menit hingga ke lantai terakhir. Bangunan tua yang didirikan oleh perusahan di Den Haag, Belanda L.I. Enthoven & Co, terdiri dari 71 blok lempeng luar yang tersusun hingga lantai 18, dan 32 blok kolom bagian dalam yang dipasang hingga lantai 15. Mercusuar ini kini masih melayani navigasi kapal dan berfungsi baik, dikelola oleh Kementrian Perhubungan, di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Distrik Navigasi Kelas I TG.Priok.

Dari Lengkuas, perahu memutar balik kembali ke dermaga Tanjung Kelayang. Seiring waktu perahu perlahan merayap dibelai ombak, seakan-akan malas untuk kembali. Namun perjalanan harus berakhir di dermaga Tanjung Kelayang untuk dilanjutkan ke lokasi kunjungan berikutnya; Tanjung Tinggi. Lokasi taman batu granit yang pernah digunakan untuk pengambilan film Laskar Pelangi. Seperti yang terekam di film, lokasi wisata ini persis memberikan fenomena bongkah batu membulat dengan ukuran raksasa. Bongkah-bongkah batu ini ini lapuk, kemudian menyusun menjadi seperti pagar alami yang memperindah pemandangan sore, menjelang matahari terbenam.

Bongkah batuan granit di Pulau Lengkuas.
Batu Berlayar, di selat Gaspar, Tanjung Kelayang