Berangkat dari alun-alun Ujung Berung terus mendaki ke arah utara atau sekitar 4 km, menuju tanjakan Palalagon kurang lebih sebelum Sekolah Dasar Palintang. Kemudian berhenti di sekitar warung Palalagon, untuk mengamati bentang alam Ujung Berung di tepi Cekungan Bandung bagian timur. Kemudian lemparkan pandangan mata ke arah timurlaut, akan terlihat kerucut Gunung Manglayang yang dipisahkan oleh lembah sekitar Patokbeusi-Ciporeat. Tubuh raksasanya begitu megah, menaungi kawasan Cilengkrang hingga Sindangsari Sumedang.

Bentuknya adalah kerucut, menandakan tipe gunungapi strato. Tumbuh dari beberapa kali letusan kemudian membangun tubuhnya oleh perselingan piroklastik dan lava, dan berulang-ulang dalam waktu yang panjang. Bila dilihat secara seksama ke arah utara, tampak gawir terjal radial membentuk tapal kuda yang membuka ke arah tenggara. Kemudian di tengahnya-tengahnya tumbuh kerucut Manglayang, lahir kegiatan volaknisme generasi ke-dua. Bentang alam tersebut memberikan makna tersirat, bahwa gunungapi Manglayang bukan gunungapi yang tumbuh satu kali, tetapi rangkaian evolusi panjang dari gunungapi PraManglayang hingga Manglayang.

Gunung Manglayang merupakan gunungapi purba duduk di sebelah utara di Cekungan Bandung. Kini tidak lagi menunjukan aktivitas volkanismenya, baik kenampakan lapangan kawah, fumarola maupun lubang solfatara, sehingga disebut gunungapi ini dorman atau telah tidur panjang. Dari kisaran ketinggian antara 788 m hingga 1912 m di atas permukaan laut/dpl. gunungapi ini tidak tumbuh sendiri, tetapi merupakan kelompok gunungapi yang lebih tua dari Gunungapi Sunda-Tangkubanparahu. Dalam kelompok berdasarkan topografinya diantaranya adalah Gunung Palasari dan Gunung Pangparang. Kemudian puncak tertingginya adalah Gunung Bukittunggul yang berada lebih ke utara. Gunung Manglayang lahir pada Kala Plistosen atau antara 1.8 juta tahun yang lalu hingga 700.000 tahun yang lalu, tumbuh dan menempati sebelah timurlaut dan dibatasi oleh sesar Lembang di bagian baratnya.

Dari data peta Rupa Bumi Indonesia lembar Ujungberung, menuliskan titik tertingginya adalah 1.824 m di dpl. Sedangkan puncak di sebelah selatan, dikenal puncak Prisma adala 1.817 m dpl. Bukti letusannya hingga kini masih bisa disaksikan, berupa endapan piroklastik yang belum terkonsolidasi dengan baik, breksi volkanik disekitar Patokbeusi-Nanggerang, hingga bongkah-bongkah lava yang tersebar di bagian kaki gunung. Ukurannya bongkah lava tersebut beragam, mulai dari ukuran sebesar bola sepak hingga sebesar rumah. Terlihat pelapukan tingkat lanjut retas hingga terbelah menjadi beberapa segmen, mendandakan bahwa material gunungapi tersebut telah berumur tua. Dibeberapa tempat tersingkap berupa gawir terjal menjulang, maupun bongkah-bongkah jatuhan yang terbawa (transported) oleh air kemudian diendapkan di bagian lereng yang lebih rendah.

Dari morfologinya secara umum dibagi menjadi tiga fasies (Cas & Wright, 1987). Satuan kerucut Gunung Manglayang, dengan lingkar hampir 3  km yang tumbuh dari lingkar yang lebih luas. Satuan ini merupakan lava dome, atau kubah lava yang tumbuh dari dalam lingkar kaldera dan disusun oleh aliran lava hasil letusan efusif. Letusan tersebut merupakan rangkaian peristiwa aktivitas erupsi, menandakan tekanan gas telah berkurang sehingga menghasilkan leleran lava kemudian membeku membentuk kerucut. Kerucut yang dijumpai merupakan hasil evolusi generasi ke-dua, setelah pembentukan PraManglayang. Letusannya diperkirakan eksplosif hingga skala paroksismal, dengan sebaran material menutupi hingga kesegala arah. Bukti letusan kelas kaldera biasanya adalah endapan ignimbrit, breksi volkanik hingga endapan tuf yang tersebar ke segala arah. Namun karena berada di iklim tropis, atau bisa saja ditutupi oleh material letusan gunungapi yang lebih muda (overprint), sehingga bukti letusan kelas kalderanya belum ditemukan.

Dalam peta geologi yang disusun oleh Silitonga, 1973 disusun oleh batuan volkanik yang terdiri dari breksi, tuf, lava dan merupakan produk gunungapi tua Kala Plistosen Tengah. Sedangkan hasil penelitian terakhir merupakan bagian dari Formasi Cikapundung (Koesoemadinata dan Hartono, 1981). Sedangkan Bemmelen (1949) berpendapat lain, ia menyatakan dalam penelitiannya merupakan bagian tua dari Formasi Tambakan.

Kerucut gunungapi ini disusun oleh lava, dan merupakan fasies volcanic core. Ekspresi lingkar luar tersebut terlihat dengan jelas yang menempati bagian barat hingga ke arah timur, berupa lingkaran bentuk tapal kuda yang terbuka ke arah tenggara.

Batas bagian utara dan barat merupakan gawir terjal yang memiliki elevasi antara 1.000 m dpl hingga 1.612,5 m dpl., bagian dari punggungan kaldera (Satrio. Drr., 2016).  Gawir kaldera masih terlihat dan teramati dengan baik di sekitar Ciporeat, Cilengkrang, kemudian berakhir di sekitar Nanggerang, Sukasari Sumedang. Bila ditarik garis secara sederhana, punggungan kaldera tersebut memiliki panjang kurang lebih 4 km, kemudian total lingkar kaldera tersebut kurang lebih 10 km. Pembentukan PraManglayang merupakan magma yang berakumulasi dengan gas, menerobos batuan sedimen melalui zona lemah yaitu sesar Manglayang yang terletak di sebelah utara Gunung Manglayang (Wiavianto, 2016).

Kini gunungapi tersebut telah beristirahat panjang, namun belum tentu selamanya tertidur pulas. Bisa saja aktif kembali dan meletus seperti Gunung Sinabung di Sumatera Utara, namun permasalahannya hingga kini belumlah ada ahli gunungapi purba yang meneliti secara detail. Bisa saja keenganan tersebut karena tidak memiliki dampak ekonomis atau dukungan finansial penelitan, atau bisa saja karena dianggap tidak terlalu penting dalam waktu dekat bagi kegiatan mitigasi gunungapi purba.

Bentuk G. Manglayang, dari sebelah timur. Terlihat kerucut berupa kubah lava yang menutupi bagian pusat letusan sebelumnya. (c)Deni Sugandi
Lava dome (kubah lava), puncak G. Manglayang dari Barubeureum, Sumedang. (c)Deni Sugandi