Ameng Layaran atau dikenal Bujangga Manik menyebutkaan puncak gunung yang menaungi Sumedang. Dituliskan dalam naskah dalam bahasa Sunda sebagai penanda geografis, ditulis di atas daun nipah. Sepenggal kisah perjalannya dari barat ke timur.

“Sadiri air ti tinya-datang ka alas Eronan. Nepi aing ka Cinangsi, -meu(n)tas air di Citarum. -ku aiarng geus kaleu(m)pangan, -meu(n)tas di Cipunadara, -lurah Medang Kahiangan-ngalahar ka Tompo Omas, -meu(n)tas air di Cimanuk, -ngalalar ka Pada Beunghar.

Diterjemah secara bebas berbunyi setelah saya pergi, tiba di wilayah Eronan, sesampai aku ke Cinangsi, aku menyeberangi (sungai) Ci Tarum, semuai itu telah aku lalui, menyeberang Ci Punagara, daerah Medang Kahiangan, berjalan lewat Tompo Omas, aku menyeberang di Ci Manuk, berjalan lewat Pada Beunghar.

Keterangan naskah yang kemungkinan ditulis antara 1400 sd. 1500 Masehi, menyebutkan nama tempat Madang Kahiyang. Diperkirakan wilayah yang memiliki struktur pemerintahan dalam bentuk kerajaan kecil sektari 252 M. Pusat kerajaanya berkedudukan di sebelah timurlaut, atau sekitar Congeang, Buah Dua saat ini.

Dalam naskah tersebut tidak disebutkan apakah Bujangga Manik melakukan pendakian G. Tampomas, mengingat dibagian puncak didapati petilasan. Kuburan berbentuk persegi yang dibatasi pagar batu. Disusun dari bongkah-bongkah batuan lava berukuran sedang, membentuk batas persegi. Patilsan tersebut tidak pernah diketahui kapan mulai dibuat, namun menandakan  tempat peribatan seiring perkembangan budaya di Sumedang raya hadir.

Secara umum G. Tampomas adalah gunungapi stratovolkano, dicirikan dengan bentuknya kerucut dibagian puncak. Tubuhnya adalah pengulangan endapan material letusan gunungapi, dalam beberapa kali fase letusan. Berada di utara Kabupaten Sumedang, masuk ke dalam wilayah administrasi Cimalaka, sebagian di Buahdua, Conggeang, Tanjungkerta dan Paseh. Dari perhitungan luas lingkar secara sederhana melalui google map, didapat total area kurang lebih 51 km2, dan lingkarnya luarnya adalah sekitar 27 km.

Keberadaan gunugapi purba ini terbentuk akibat aktivitas subduksi lempeng samudera Indo-Australia, menunjam di bawah lepeng benua Eurasia. Jalur in merupakan lingkungan tektonik yang dominan di sebagian Indonesia, khususnya di sepanjangan jalur selatan pulau Jawa. Gunungapi ini mulai membangun dirinya sejak umur Kuarter Awal-Kuarter Akhir yang menerobos batuan sedimen yang lebih tua (Silitonga, 2003). Jenis letusannya mulai dari eksplosif, efusif hingga tipe letusan strombolian. Ditandari dengan keberadaan gunugapi parasit disekitar lereng sebelah timur, dan selatan. Diantaranya adalah G. Karang, berupa sub volkanik dengan produk berupa aliran lava.

Dari data Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga drr., 1973), sebabaran batuan sekitar Sumedang barat, dikelompokan dalam satuan-satuan umum. Terdiri dari satuan lava (Qyl), breksi dan aglomerat (Qyb), tuff batuapung (Qyt), hasil gunungapi tak teruraikan (Qyu) dan hasil gunungapi lebih tua (Qob). Semuanya berumur Kuarter yang menerobos batuan yang lebih tua Formasi Kaliwangu (Pk), Formasi Subang Anggota Batupasir (Mss), dan Formasi Subang Anggota Batulempung (Msc).

Pendakian dimulai dari basecamp Cibeureum, Cimalaka, Sumedang. Elevasinya sekitar 774 m dpl. Sedangkan titik tertingi G. Tampomas adalah 1684 m dpl. dengan demikian selisihnya sekitar 937 m dpl. Titik pendakian ini terletak di daerah penggalian kategori C yaitu pasir batu, sebelah timurnya adalah TPA Cibeureum Wetan. Kegiatan penambangan telah lama dilakukan, kurang lebih awal tahun 80-an melalui kegiatan penambangan lokal, menggunakan peralatan sederhana seperti linggis dan cangkul. Berselang waktu kemudian beralih ke teknik penambangan modern, menggunakan alat berat. Dengan demikian lokasi penggaliannya semakin melebar ke sekitar Paseh, Conggeang, Cimalaka dan Cibeureum dengan luas hingga ratuan hektar. Setidaknya perusahan legal yang terdaftar sekitar 15 perusahaan (Kec. Cimalaka 2018). Hingga kini luas penambangannya semakin melebar seluas 250 Ha, memanjang dari Cimalaka hingga Paseh.

Kegiatan penambangan tersebut terletak dikaki G. Tampomas. Menyingkapkan perselingan lava dan tuff. Material inilah yang ditambang untuk kebutuhan pembangunan, seperti agretat campuran beton dan infrastruktur lainya. Dampak kegiatan penambangan ini tentunya membawa dampak buruk, terutama bagi usaha penambangan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Diantaranya degradasi lingkungan, bahaya gerakan tanah hingga terganggunya air tanah. Menurut warga Cibeuerem, dikutip dari berita Minerba ESDM (2012), akibat penggalian semakin meluas, menyebabkan pengairan sawah berkurang, karena lahan hijau hilang dan sebagaian kawasan tandus setelah ditambang. Dari keterangan detiknews (2020), kurang lebih  ada lima titik tambang pasir ilegal disekitar kawasan Cimalaka. Dilema seperti ini menyirakan bahwa gunungapi tidak hanya sumber bencana dikala aktif, namun memberikan berkah.

Dari sebelah selatan G. Tampomas tampak megah menaungi Cimalaka. Mulai dari lereng hingga puncak ditutupi vegetasi hutan hujan, dan perkebunan hutan produksi ke arah dasarnya. Diperkirakan hasil aktivitas G. Tampomas berumur Kuarter Awal-Kuarter Akhir yang terletak (menerobos) batuna sedimen berumur Miosen-Kuarter Awal (Silitonga, 2003). Umur gunungapi ini diperkirakan berumur antara Kuarter Awal hingga Kuarter Akhir, atau sekitar 1,8 juta tyl hingga 11 ribu tahun yang lalu. Tumbuh menerobos batuan sedimen batulempung-batupasir Formasi Subang yang berumur Miosen.

Bagian puncaknya berupa hasil produk letusan efusif, sehingga tidak didapati kawah karena sudah tertutup kubah lava. Kondisi morfologi demikian menandakan gunungapi ini terbentuk melalui beberapa kali tahap fase letusan. Dicirikan dengan hadirnya beberapa gumuk dibagian pusat letusan, hinga lereng gunungapi berupa letusan samping. Dalam data gunungapi Indonesia tidak tersedia catatan kegiatan letusan G. Tampomas, sehingga dikategorikan gunungapi tipe C. Peringkat tersebut menandakan bahwa tidak ada catatan baik setelah maupun sebelum tahun 1600.

Tubuh gunungapi tersebut terbagi menjadi beberapa bagian disebut fasies gunungapi. Pembagian berdasarkan batuan penyusun di suatur lokasi tertentu, menyangkut aspek fisika, kimia dan biologi (Bronto, 2006). Dalam pembagian fasies gunungapi, pendakian dari Basecamp Cibeureum, merupakan fasies distal hingga POS I. Dari POS II hingga POS III memasuk fasies Proksimal, dan selanjutnya dari POS IV menuju puncak masuk kedalam pembagian fasies sentral atau pusat.

Diperlukan waktu antara 2 hingga 3 jam pendakian G. Tampomas dari jalur Cibeurem, Cimalaka hingga ke puncak. Jarak tempuh jalur sekitar 4.23 Km dari Basecamp, dengan elevasi 795 m dpl, kemudian berkahir di puncak sekitar 1701 m dpl. Dengan demikian secara lateral, berbeda sekitar 909 m. Secara umum tubuh gunungapi ini didominasi oleh vegetasi hutan hujan tropis, sedangkan dibatas lerengnya ditumbuhi hutan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sumedang.

Dari Basecamp ke POS I berjarak sekitar 2.283 km, atau setengah perjalanan menuju titik tertinggi di puncak. Jalurnya landai karena masih berada di sekitar kaki G. Tampomas sebelah selatan. Ketinggiannya sekitar 900 m dpl. Lepas dari basecamp Cibeureum, pendakian tidaklah terlalu terjal. Memotong perbukitan dan melintasi bekas ladang yang terbuka. Areal terbuka yang kini ditumbuhi oleh alang-alang yang berbiak dengan cepat. Jalanannya berupa jalur kontrol perkebunan, masuk ke dalam wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sumedang. Luasnya adalah 2.460,30 ha.

Jalan kontrol perkebunan mengarahkan ke batas hutan produksi pohon Pinus merkusii  dengan vegetasi hutan. Pohon pinus yang diambil getahnya kemudian diolah menjadi gondorukem (Resina colohonium). Getah pinus tersebut sebagai bahan baku industri seperti kertas, plastik, cat, batik, sabut, tinta etak dan juga politur hingga kebutuhan farmasi serta kosmetik. Dari batas hutan produksi kemudian jalan setapak sedikit mendaki menuju POS 1. Jalan setapak sedikit mendaki, ke arah utara melalui tegakan pohon yang rimbun. Selama pendakian, didapati batuan lepas yang disusun oleh endapan hasil letusan gunugapi berupa skoria, hingga tuff. Ukuran butirannya berupa pasiran, hingga ukuran kerakal yang menandakan berupa aliran piroklastik.

Selepas POS I jalur mulai mendaki mengikuti topografi lereng gunung. Dalam pmbegian fasies gunungapi, memasuki fasies medial atau kaki gunung. Menapaki bongkah-bongkah lava pejal tersebar selama perjalanan. Jalurnya membentuk celah dalam, menandakan digerus oleh air hujan ke tempat yang lebih dangkal. Ciri kegiatan erosi yang terus berlangsung.

Jarak dari POS I ke POS II sekitar 30 menit pendakian. Vegetasi didominasi jenis rimba campuran. Selama perjalanan didapati mahoni, kaliandra dan jenis tanaman buah.

Mulai dari Pos II hingga POS III atau pos terakhir merupakan fasies proksimal. Kemudian mulai dari POS IV hingga Sanghiang Tarajae dan Sanghiang Lawang, memasuki fasies sentral. Menuju puncak morfologinya semakin terjal, sehingga perlu ekstra hati-hati dalam memilih pijakan kaki. Jalurnya didominasi endapan aliran lava vesikuler yang memiliki banyak rongga, menjadi ciri lava pada saat dialirkan memiliki kandungan gas gunungapi. Lubang-lubang tersebut terbentuk sebagai akibat pelepasan gas selama pendinginan (mengalir).

Sekitar 150 meter menjelang puncak, terlihat lubang memanjang vertikal. Masyarakat menyebutnya kawah. Dari pengamatan merupakan dua blok yang terpisah, berupa bidang rekahan yang disusun oleh lava pejal. Bisa dianggap bukan kawah, karena tidak memberikan ciri hasil kegiatan alterasi, atau lubang solfatara atau fumarol.

Tidaknya ada kawah kemungkinan telah ditutupi oleh produk letusan yang lebih muda. Akibat energi letusannya semakin berkurang, menghasilkan produk aliran lava kemudian membentuk kubah lava. Tonjolan berupa gundukan yang melikari lubang kepundan, biasa terbentuk pada gunungapi yang berasosiasi dengan konvergen. Sekitar 6 persen letusan efusif membentuk kubah lava. Dibagian puncaknya terbuka sehingga bila dalam kondisi cerah bisa memandang ke segela arah.

Barangkali lingkar kubah lava inilah yang dimaknai bentuk tompo. Bentuknya melingkar dibagian puncak kemudian disinari cahaya pagi, memberikan kesan emas yang berkilauan di puncak G. Tampomas.

Kerucut G. Tampomas dari sebelah selatan.
Blok lava di Sanghiang Lawang.
Fragmen lava dalam bentuk blok yang lapuk, merah dan berongga (vesikuler).
Kondisi puncak yang disusun lava yang telah lapuk. Struktur lava dome.