Cimahi Selatan merupakan administratif Kota Cimahi. Meliputi Kelurahan Cibeber, Leuwigajah, Utama dan Melong. Total luas wilayah sekitar 16,02 km persegi (BPS kota Cimahi, 2002). Menempati wilayah bagian selatan dari Kota Cimahi, berbatasan dengan Batujajar disebelah selatan, dan Ngamprah yang masuk ke dalam Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan di sebelah utaranya berbatasn dengan Kecamatan Cimahi Tengah. Potensi geowisata dibatasi diwilayah Cibeber dan Leuwigajah, berupa endapan awan panas hasil kegiatan gunugapi Sunda-Tangkubanparahu, perbukitan intrusi dan endapan danau purba di sekitar Leuwigajah.

Morfologi bagian selatan, dikelompokan dalam endapan danau purba Bandung, dan perbukitan intrusi tengah yang membatasi segmen danau purba bagian timur dan barat. Perbukitan intrusi ini berumur 4,36 – 2,62 juta tahun yang lalu/tyl. (Sunardi & Koesoemadinata, 1999). Rata-rata elevasi dibagian selatan, adalah 700 m dpl. dibatasi oleh perbukitan intrusi, G. Padakasih 951 m dpl, G. Aseupan 823 m dpl, G. Panji 827 m dpl,  dan G. Leutik 815 m dpl. Perbukitan tersebut sejajar, mendakan arah sesar dengan kelurusan baratlaut-tenggara.

Di dataran rendah Cimahi Selatan, ditempati oleh Formasi Cibeureum, berupa kipas volkanik hasil aktivitas G. Sunda-Tangkubanparahu, umur Plistosen Akhir-Holosen. Diususun oleh breksi volkanik, tuf dan pasir, sebagai akuifer utama. Sehingga keterdapan air di kawasan utara hingga kota Cimahi melimpah. Breksi dalam formasi ini merupakan susunan fragmen-fragmen skoria batuan beku andesit basal dan batuapung. Material tersebut merupakan hasil kegiatan gunungapi Sunda-Tangkubanparahu-Burangrang.

Dalam pengembangan arahan kebijakan tata kota, Cimahi Selatan didorong sebagai kawasan perdangan, jasa dan industri (RTRW Kota Cimahi Tahun 2012-2032). Kebijakan tersebut berkaitan dengan kurang melimpahnya sumber daya alam, sehingga arah kebijakan mengatur demikian. Sedangkan aktivitas pemanfaatan melalui wisata berkelanjutan tidak masuk dalam rancangan kota. Termasuk didalamnya aktivitas geowisata, memanfaatkan sumber daya alam sebagai sarana wisata berkelanjutan. Dalam tulisan ini ingin menunjukan potensi geowisata yang tersebar di Kelurahan Cimahi Selatan, melaui pemanfaatan kegiatan geowisata.

Geowisata adalah aktivitas wisata berbasis ilmu kebumian yang memanfaatkan sumber daya alam. Wisata berbasis keindahan, keunikan, kelangkaan fenomena alam yang berkaitan dengan kegiatan geologi (Kusumahbrata, 1999). Dalam geowisata terdapat unsur pendidikan, konservasi dan menggerakan kegiatan ekonomi lokal. Selain pengelolaan, dan pemasaran, geowisata membutuhkan peran pemandu sebagai komponen utama dalam menyajikan informasi dan intepretasi.

Endapan Awan Panas Situ Ciseupan

Terletak di Cibeber Tengah, Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cimahi Selatan. Merupakan sisa kegiatan penambangan sejak tahun 70-an, hingga akhir 90-an. Ditambang oleh warga sekitar, dengan menggunakan alat bantu linggis dan pacul secara manual, dengan cara mengupas dalam struktur gawir tegak. Situ Ciseupan merupakan sisa tambang terbuka, dengan kedalaman kurang lebih 30 meter. Menurut warga kegiatan penambangan terhenti seiring terganggunya sumber mata air dihulu G. Padakasih. Kondisinya kembali normal, setelah melampaui waktu 20 tahun, agar airtanah tersebut terisi kembali.

Kegiatan penambangan menyisakan cekungan dengan luas sekitar 208, 177 m persegi, atau total keliling 1.91 km. Sebagian cekungan terisi oleh bahan rombakan hasil erosi, tertutup oleh lumpur dan kolam-kolam air. Beberapa kolam dimanfaatkna untuk wisata memancing dan rumah makan.

Di sebelah utara dari situ Ciseupan, terlihat dinding tegak kurang lebih 30 meter. Disusun oleh piroklastik, tuf dan fragmen skoria, diendapkan melalui mekanisme aliran piroklastik. Menandakan hasi pengendapan awan panas, dari pembentukan kaldera G. Sunda. Tebalnya diperkirakan hinga 60 meter, disebut ignimbrite, dengan jarak kurang lebih 18 km dari sumber letusan, mengisi lembah disekitar Ciseupan. Masyarakat memanfaatkan bahan gunungapi ini untuk pembuatan batako, disebut tras. Diperkirakan merupakan aliran piroklastik pembentukan Kaldera Sunda umur 38.300 tahun yang lalu (Hadisantono, 1988), satu umur dengan galian tras di Lembang.

G. Padakasih

Perbukitan intrusi batuan beku ini kelompok dari jajaran perbukitan intrusi arah utara-selatan. Dalam pengetahuan masyarakat, disebut G. Panganten, dicirikan dengan dua kerucut seperti pasangan, kercut Padakasih di sebelah utara dengan tinggi 951 m, dan kerucut G. Aseupan 823 m. di sebelah tenggara. Perbukitan ini sebelah baratnya masuk ke dalam wilayah Desa Galanggang-Batujajar Timur, Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan bagian timurnya masuk ke dalam wilayah adminstrasi kota Cimahi.

Di bagian barat terliaht kegiatan tambang batu yang terus menerus menggali sumber daya alam. Berada diwilayah Cicangkuang, Pasirpaku, Haurgambang dan sebagaian  G. Aseupan, Wilayah Kabupaten Bandung Barat. Perbukitan tersebut disusun oleh breksi, dan lava umur Pliosen atau sekitar 4,36 juta tyl (Sunardi & Koesoemadinata, 1999). Di G. Aseupan terlihat lava yang terbreksikan, dan ditemui kegiatan alterasi diantaranya ditemukan urat-urat kuarsa.

TPA Leuwi Gajah

Terletak di sebelah timur Kampung Adat Cireudeu. Merupakan Tempat Pembuangan Akhir/TPA kota Cimahi, Kabupaten Bandung dan Bandung. Mulai dibangun 1986 dengan model terbuka (open dumping), dilembah dan lereng miring serta jauh dari pemukiman masyarakat pada saat itu. Areal tersebut merupakan sisa hasl kegiatan penambangan galian C, kemudian dimanfaatkna menjadi ceruk penimbunan sampah, menempati luas 25 hektar. Perencanaan pembangunan TPA ini dipilih berdasarkan potensi fisik, berupa lereng miring yang diapit oleh Gunung Aki dan Gunung Leutik tanpa memperhitungkan kondisi lainya.

Sampah tersebut merupakan buangan berupa organik dan nonorganik yang bisa terurai dengan cepat atau membutuhkan waktu yang sangat lama. Total sampah yang diendapkan di TPA ini hampir mencapai tiga ton lebih per hari (Nandi, 2005).

Tumpukan sampah tersebut mengisi lembah, lebar 200 meter dan tinggi gundukan sampah hingga 60 meter. Akibat kurang baiknya penataan dan manejemen pengolahan, menyebabkan pembentukan gas metana tinggi dan tidak terkendali. Gas yang bersifat racun bagi manusia, menjadi salah satu pemicu longsor. Selain beban, kondisi cuaca yang memasuki musim penghujan, mengakibatkan air menyusup dan menyebabkan terentuknya bidang gelincir. Peristiwa longsor tersebut terjadi 21 Februari 2005, pukul 02.00 WIB, mengakibatkan korban jiwa hingga 150 orang lebih. Terdampak langsung oleh timbunan longsor, maupun yang terbawa material longsoran.

Tujuan lokasi di atas menjadi dasar pengembangan menjadi tujuan geowisata. Selain mengandung sejarah geologi letusan gunungapi Kuarter, bisa memberikan intepretasi tentang dinamika bumi serta pengelolaan tata guna lahan. Termasuk pengelolaan Situ Ciseupan yang perlu ditata berwawasn wisata sisa tambang. Di G. Padakasih bisa memberikan pengertian kebijakan penambangan melalui otoritas pemerintah daerah. Dibagian Kabupaten Bandung ditambang, sedangkan di sisi Kota Cimahi bertekad menjadi lahan hijau.

Perlu pendalaman penelitian-penelitian kebumian, sosial dan budaya, mengingat masih minimnya informasi berkaitan dengan lokasi di atas. Selain itu harus dibentuk kelembagaan pengelola, dan penyediaan fasilitas umum yang dibangun berdasarkan wawasan lingkungan. Sebagai penutup, diperlukan sumber daya manusia, manajemen pemasaran, pengelolaan dan pemandu geowisata yang bisa memberikan narasi dilokasi kunjungan. Peningkatan SDM tersebut bisa dalam bentuk pelatihan hingga kerja praktek lapangan, untuk mendorong kompetensi pemandu geowisata.