Garis pantai yang memanjang utara-selatan, dihiasi gugusan pulau-pulau Pabiring. Merupakan pertemuan daratan Makassar dengan laut, menjadi akses menuju pedalaman. Posisi tersebut menjadi penting sehingga Kerajaan Gowa Tallo mendiriikan benteng yang diberi nama Jumpandang yang kelak menjadi Benteng Ujung Pandang. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat,
Awal mulanya dibuat menggunakan tnaah liat dan bongkah batu yang tersedia di sektiar pantai, kemudian di bangun ulang. Diperbaharui pada 1834 pada penguasaan Sultan Alauddin, dengan menggunakan bahan bangunan benteng dari batugamping. Diambil dari tambang sekitar Maros, kemudian diangkut melalaui laut, menyusuri batas pantai.
Benteng tersebut tidak bisa bertahan, hancur akibat serangan VOC pada 1655 hingga 1669. Sehingga Sultan Hasanuddin terpaksa menyerah kepada Cornelis J. Speelman, pimpinan VOC saat itu. Mengingat pentingnnya keberaadaan benteng tersebut, untuk menahan gempuran musuh dari laut, Speelman membangun ulang sebagian struktur benteng. Termasul pembangunan rumah tinggal dan barak tentara di bagian dalam benteng. Benteng tersebut kemudian diganti nama disebut Rotterdam, sesuai dengan kota kelahiran Speelman.
Benteng tersebut difungsikan sebagai markas Komando pertahanan, hingga akhir 1930-an. Bahkan benteng ini pernah menampung tawanan perang dari Jawa. Pangeran Diponegoro pernah diasingkan dari tanah kelahirannya, kemudian di tawan dibenteng ini sejak 1833, hingga wafatnya pada 8 Januari 1855.