Melepaskan pandangan dari dataran rendah Gedebage ke arah utara, akan terlihat punggungan perbukitan yang memanjang berat-timur. Bila dilihat secara seksama diantara punggungan tersebut, tepat di arah utara terlihat dua kerucut yang bersaing meninggikan dirinya diantara perbukitan lainya. Kerucut tersebut milik G. Palasari 1859 m dpl., disusul dengan kerucut di sebelah utaranya lagi yaitu G. Bukittunggul 2209 m dpl. Dua kerucut tersebut merupakan gunung dan gunungapi purba di sebelah utara-timur Cekugan Bandung.

Sebutan nama gunung tersebut dituliskan dengan nama berbeda. Dalam peta lama Kaart van de residentie Preanger Regenstschappen (1871), menuliskan Poelo Sari, kemudian dikutip ulang dalam peta berikutnya Orogaphische Kaart van de Afdeeling Bandoeng (1918) dituliskan sama yaitu G. Poelo Sari. Kawasan ini masuk ke dalam wilayah perkebunan Sumedang (Afdeeling Soemedang). Kemudian pada peta Map Bandoeng Garoet atau peta wisata Bandung dan Garut sekitar tahun 1920-an ditulis G. Palasari dengan elevasi 1853 m dpl.

Dalam survey pemetaan, bisa saja terjadi pergeseran fonetik nama tersebut, dari pulosari, pulasari hingga sekarang disebut palasari. Makna tersebut merujuk kepada nama tumbuhan disebut Palasan, dikenal juga dengan Pulasari. Penamaan tersebut ada di entri kamus Sunda-Inggris, karangan Jonathan Rigg (1862). Dituliskan Pulasari yang merujuk kepada nama tumbuhan tropis yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Alyxia stellata). Merupakan tanaman dalam keluarga Apocynaceae, tanaman merambat dicirikan dengan kulit batang putih yang memiliki wangi tertentu dan rasanya pahit. Tumbuhan tersebut bisa ditemui menjelang puncak, ngareuy atau tumbuh merambat. Kemungkinan penamaan gunung tersebut berdasarkan pengetahuan lama, dengan mencirikan gunung yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan Palasan, atau Palasari. Dengan ciri demikian, kemudian disebut G. Palasari.

G. Palasari berada disisi paling timur dari punggungan memanjang dikenal dengan Sesar Lembang. Panjangnya 29 km membentang dari barat ke timur, dari Ngamprah Kabupaten Bandung Barat, hingga Palintang Kabupaten Bandung. Keberadaan G. Palasari ini duduk dalam sistem sesar yang pernah menunjukan kegiatan kegempaan sejak 2010 hingga 2012 (Daryono, 2016). Dalam catatan pernah terjadi 14 kali gempa, salah satunya terjadi pada 28 Agustus 2011 di Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua. Kekuatannya mendekati magnitudo 3.3, menyebabkan 8 rumah rusak berat dan 105 rusak ringan. Keberadaan zona lemah tersebut memungkinkan diterobos oleh magma, sehingga bisa saja gunungapi-gunungapi tumbuh. Dengan demikian bisa saja G. Palasari adalah gunungapi yang berasosiasi dengan sistem patahan. Namun perlu dibuktikan melaui produknya letusannya, mengingat blok naik ini disususun oleh produk gunungapi tua dan tidak teruraikan. Sumber letusannya darimana? bisa datang dari G. Sunda tua, atau bahkandari G. Bukittunggul. Bisa juga G. Palasari adalah hanya tinggian yang disusun oleh endapan gunungapi. Karena batuannya lebih keras atau resisten, kemudian membentuk kerucut seperti sekarang.

G. Palasari merupakan blok yang naik, dicirikan dengan gawir terjal mulai dari G. Batu Lembang hingga ke arah timur. Bila dari lembah Maribaya, terlihat gawir terjal yang dibelah oleh Ci Kapundung. Dari keterangan peneliti Dam (1996), menyakatan bahwa segmen Sesarl Lembang sebelah timur lebih tua dibandingkan segmen dibagian barat. Dalam risalah penelitan tersebut menuliskan bahwa segmen blok yang naik (sesar normal) ke arah Bandung, setidaknya terbentuk sejak 125.000 tahun yang lalu, sedangkan di bagian baratnya antara 50.000 sampai dengan 35.000 tahun yang lalu.

Dalam peta geologi lembar Bandung yang disusun oleh Silitonga dkk, (1973), merupakan batuan gunungapi umur Kuarter. Berupa hasil gunungapi ta teruraikan (Qvu). Pada penelitian selanjutnya oleh Koesoemadinata dan Hartono (1981), G. Palasari merupakan formasi batuan gunungap tua. Terdiri dari konglomerat, breksi kompak, tuff dan lava andesit. Umurnya diperkirakan Pleistosen Awal atau sekitar 500.000 tahun yang lalu.

Puncak G. Palasari bisa dicapai dari dua jalur pendakian, namun jarak terpendeknya adalah melalui punggungan dari timur ke barat. Jarak tempuhnya tidak lebih dari satu setengah jam pendakian, atau kurang lebih 2 km lebih. Jalurnya landai hingga sedikit curam saat mendekati puncaknya, dan selama pendakian dihiasi oleh vegetasi khas hutanhujan tropis.

Awal pendakian melalui perkebunan rakyat diketinggian 1541 m dpl. Selepas itu memasuki batas hutan dengan vegetasinya didominasi oleh pohon tegakan. Diawal pendakian ditemui tumbuhan invansif, jenis tumbuhan yang bukan berasal dari daerah setempat. Seiring waktu tumbuh dan kemudian mendominasi lingkungannya. Bisa tumbuh cepat, memiliki kemampuan menyebar tinggi, mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan memiliki kemampuan hidup bersanding dengan tumbuhan lainya. Tumbuhan infasif menjadi khas lereng gunung Jawa, termasuk ditemuinya arbei gunung (Robus rosaefolius). Diantaranya kipait (Tithonia diversifolia), kaliandra (Calliandra calothyrsus Meisn), Saliara (Lantana camara L.). Kemudian ditemui rotan dengan diameter 2-5 meter, beruas panjang yang banyak dilindungi oleh duri panjang, keras dan tajam. Selebihnya adalah pohon keras seperti puspa, walisanga, suren dan sebagainya.

Selama pendakian tidak didapati bongkah lava, sebagai penanda produk gunungapi. Kemungkinan tidak tersingkap atau memang sudah tertutup oleh produk gunungapi dari sumber yang lain. Sehingga belum bisa dipastikan bahwa G. Palasari merupakan gunungapi dimasala lalu.

Puncak G. Palasari berupa lapang yang tidak terlalu luas. (c)Deni Sugandi
Jalan setepak dengan dasar tuff yang telah lapuk. (c)Deni Sugandi