Pantai pulau Pandan didominasi pemandangan batu granit. Pulau kecil tersebut dipisahkan oleh air laut, dengan kedalaman satu meter pada saat pasang. Didapati sisipan kuarsa pada batu granit memanjang, maka tampak seperti tambang yang berlilit. Menurut kepercayaan masyarakat, pulau ini tempat singgah bajak laut disebut Lanun. Terletak di desa Tanjung Kelumpang, kecamatan Simpang Pesak, Belitung Timur.

Tali orang lanun di pantai Pandan, sebelah selatan pulau Belitong. Bentuknya berupa sisipan kuarsa yang memanjang barat-timur, mengisi retakan pada blok granit yang terdapat di tepi pantai. Bongkah granit yang tersingkap berupa blok, sebagia lapuk menbetuk seperti pulau padaa pasang naik. Masyakarat lokal melayu sekitar Pulau Pandan mempercayai bahwa bentuk tersebut seperti tali jangkar. Ditambatkan pada batu, milik orang lanun atau bajak laut. Dalam kebudayaan melayu di pesisir selatan, menyebutkan orang bajak laut, disebut orang lanun atau ilanun atau iranun. Dalam catata sejarahnya berasal dari perairan Asia Tenggarara, dikenal pada abad ke-18 hingga ke-19.

Pada awal penjelajahan maritim di Indonesia dilakukan para raja dan kesultaranan, bekerja sama dengan bangsa asing seperti Portugis, Spanyol dan Belanda. Melintasi selat Malaka, Selat Bangka dan Selat Belitung menuju kepulauan sebelah timur. Jalur tersebut menjadi strategis, sehingga menjadi jalur perdagangan. Pada saat itu umumnyg menggunakan peralhu layar yang mendandalkan cuaca dan angin laut. Pada titik-titik tertentu menjadi sangat drampuk karena perahu harus berlayar lambat. Dengan demikina menjadi kesmepatan pada bajka laut untuk mencegak kapal-kapal daganga tersebut.

Dalam catatan buku lama Sejarah Timah Indonesia, penulis Sutedjo Sujitno (1996), menceritakan bahwa kehidupan sehari-hari bangsa lanun tidak menunjukan watak cenderung budaya bajak laut. Namun tindakan pembajakan di laut muncul, karena perilaku pedang Eropa yang semena mena terhadap penduduk asli.