Ibarat menyeruput kopi, ada durasi waktu yang terbentang saat kopi disesap sampai habis. Barangkali itulah yang paling pas untuk menggambarkan lamanya perjalanan pendakian menuju puncak G. Sangar. Bisa ditempuh antara tiga hingga tercepat satu jam. Diserahkan kepada para pendaki, apakah menikmati proses pendakian atau tujuannya hanya puncak. Gaya hiking tersebut tersedia melalui pendakian G. Sangar, via jalur Citiis. Puncak G. Sangar tingginya 1690 meter dpl., bagian dari sistem gunungapi Malabar.

Secara administratif masuk ke dalam wilayah Mangunjaya, Arjasari, Kabupaten Bandung. Sedangkan sebagian besar bagian puncaknya masuk ke Desa Mekarjaya. Titik pendakiannya dimulai dari base camp di Kampung Pasir Bentang, Desa Mekarjaya, mendaki mengikuti jalur desa, perkebunan hingga mendaki mengikuti punggungan.

Jarak tempuhnya sekitar 3 km lebih, pertambahan ketinggiannya (elevation gain) sekitar 557 meter. Pendakian diawali menapaki perkebunan warga yang melampar menempati bagian lereng sebelah utara. Tinggian ini sesuai dengan pendapat Junghuhn, melalui sistem klasifikasi tipe iklim tropis. Menunjukan ketiinggian 1500 meter dpl. cocok untuk tanaman budidaya seperti perkebunan kopi, teh dan sayuran. Dibudidayakan diantaranya bawang daun, cabe, bawang merah, kol dan sebagainya. Dari jalur ini terlihat megah tinggian G. Malabar. Berupa punggungna dengan kerucut yang tersebut menempati tebing. Diantaranya terlihat puncak G. Sangar/Pasir Kuda, kemudian mengikuti punggungan ke arah selatannya berjajar kerucut puncak Pasir Kuda, Batu Simba, punggungan yang disebut naga, dan berakhir di titik paling tinggi adalah puncak Mega.

Bentang alam berupa punggugan tubir kawah, bagian dari lingkar kawah Citiis. Disebelah selatannya adalah lingkar sistem kawah milik G. Malabar. Diameternya mencapai lebih dari 2 Km, sehingga bisa diklasifikasikan sebagai kelas kaldera. Di keterangan peta geologi lembar Garut (Alzwar, dkk., 1992) batuannya disusun oleh Satuan Batuan Gunungapi Malabar-Tilu (Qmt), disusun perselingan tuf atau abu gunungapi, breksi lahar, dan lava. Berumur Plistosen, atau sekitar 230 ribu tahun yang lalu (Bogie dan Mackenzie, 1998 dalam Bronto et al. 2006). Ahli gunungapi purba, Sutikon Bronto, kemudian membagi beberapa satuan gunungapi Bandung Selatan. Diantaranya adalah satuan Gunungapi Malabar (MV), berumur Kuarter satu umur dengan Satuan Gunungapi Wayang Windu.

Selepas lahan pertanian warga, kemudian jalan setapak tersebut menggiring pendaki menuju kawasan Kawasan Pengelolaan Hutan Bandung Selatan, dibawah BPKPH Banjaran. Berupa tegakan pinus yang hampir menempati luas 1.9 Ha lebih (Perhutanai.co.id). Sedangkan hampir 55 ribu Ha dimanfaatkan menjahi hutan produksi. Hasilnya adalah pengambilan getah pinus yang mampu menghasilkan 200 ton per tahun (Warta Parahyangan, 4/8.2024). Getah berupa cair kemudian menjadi padat, disebut gondoruta. Pengolahan yang berada di Nagreg, dan hasilnya hampir 90 persen di eksport.

Jenis pinus yang hadir dijalur pendakian adalah jenis pinus merkussi yang telah berumur antara 17 hingga 20 tahun. Hanya dimanfaatkan pengambilan getahnya saja. Dominasi tegakan pohon pinus ini dari Pos 1 hingga Pos 2, sehigga pendakian menjadi nyaman karena di bawah lindungan pohon tinggi. Udaranya sejuk, karena ketinggian mendaki mendekati elevasi 1500 m. dpl. Di sela-sela tegakan kayu keras, diselipkan pohoh-pohon kopi. Luasnya menempati sebagian besar hutan produksi di BKPH Banjaran yang mencapai hingga 440,54 Ha. Pola penanamannya mengikuti Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), dilakukan oleh mitra masyarakat Lembaga Masyarakat Desa Huta (LMDH) sejak 2011. Pohon tegakan tersebut sebagai pohon pelindung yang berakar kuat, tetapi masih bisa memberikan cahaya matahari. Tumbuhan kopi membutuhkan setidaknya 60 persen cahaya matahari, untuk membantu proses fotosintesa.

Jenis kopinya adalah arabika yang ideal ditanam di atas ketinggian lebih dari 1000 m dpl. Kopi yang dihasilkan mampu hadir sebagai pemenang, di event Speciality Coffee Association of America Expo di Atlanta, 2016. Karakteristiknya manis dan sedikit asam yang menjadi ciri khas kopi arabika. Ditanam ditanah vulkanik hasil letusan G. Malabar, pada kondisi cuaca dan ketinggian yang ideal. Tumbuh subur tanpa menggunakan pupuk berbahan kima. Kopi Arabika di sekitar lereng utara dan timur G. Malabar. Memiliki aroma wangi seperti buah-buahan atau bunga-bungaan.

Melampaui Pos 2 mendekati pos berikutnya, tumbuhanya didominasi oleh perdu dan pohon invasif. Pohon yang didatangkan dari luar wilayah (negara), kemudian hidup subur bersaing dengan tumbuhan lokal. Spesies asing yang menginvasi sejumlah kawasan konservasi hingga hutan produksi di sekitar lereng G. Malabar. Tumbuh cepat dan menekan petumbuhan lokal, sehingga menggangu ekosistem lokal. Disebut jenis asing invasif, jenis introduksi yang menyebar keluar dari habitat aslinya sehingga keberadaanya mengancam keanekaragaman hayati (CBD. 2014). Di Indonesia ditemui kurang lebih 2809 jenis asing/invasif, diantaranya hewan, tumbuhan dan mikroorganisme (Widjaja et al. 2014).

Tumbuhan ini mampu bereproduksi dengan cepat, kemampuan menyebar sangat tinggi. Kemudian mampu beradaptasi dengan lingkungan lokal dan memiliki kemapuan untuk hidup dengan jenis makanan yang beragam. Di sekitar lereng G. Malabar, tumbuh akibat introduksi tidak sengaja. Akibat terbawa atau menyebar melalui agen manusia, binatang hingga terbawa pertanian. Gangguan ekosistem sudah terjadi, akibat penyebaran tumbuhan invasif. Seperti yang terjadi di Bekol, Baluran yang menyebabkan penurunan habitat Banteng/Bos javanicus (Tjitrosoedirdjo, 2015). Kemudian Centrum aurantiacum atau dikenal Ki Jogo yang menggantikan jenis asli (Mutaqin et al. 2011).

Tanaman invasif yand ditemui selepas Pos 3 diantaranya Tithonia diversifolia (Hemsley) atau disebut kembang bulan. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, diintroduksi ke pulau Jawa sekitar tahun 1900 an. Kemudian pohon kaliandra (Calliandra calothyrsus Meisn) yang berasal dari Amerika Tengah, dibawah ke Pulau Jawa pada 1936. Kemudian Lantana camara L. disebut juga Tahi ayam, saliara atau tembelekan yang berasal dari Amerika Tropis.

Tumbuhan ini menempati sebagian besar lereng di jalur pendakian, hingga mendekati Pos terakhir. Tumbuhannya didominasi oleh gulma rumput, memagari jalur pendakian. Gulma rerumputan adalah alang-alang atau eurih dalam bahasa Sunda (Impereta cylindrica). Disebut gulma karena tumbuh menahun, berbiak dengan cepat dan mampu tumbuh subur dilahan gerasang. Biasanya lahan tanah yang lembab, menerima cahaya matahari sepanjang masa dan tumbuh di atas lahan sisa lahan bekas hutan, ladang dan terbuka.

Menjelang puncak G. Sangar, pemandangan terbuka luas. Ke arah selatannya dibatasi oleh punggungan kaldera G. Malabar, kemudian ke arah timurnya adalah lembah yang dalam. Depresi yang membentuk kontur konsentris berupa tapal kuda yang terbuka ke arah utara. Bentuk demikian memberikan kesan kawah yang pernah terbentuk, kemudian sebagian tubuhnya hilang akibat longsor.

Titik terbaik untuk pengamatan adalah berada di Batu Susun, antara puncak G.Sangar ke arah puncak Mega. Blok batuan yang diduga dike, intrusi lava yang menerobos/mengintrusi celah batuan secara vertikal. Karena batuannya lebih keras, sehingga lebih resisten, terhadap batuan sekitarnya. Sehingga seiring waktu membentuk blok batuan yang duduk dipunggungan bibir kawah. Bila diihat lebih dekat, terlihat deformasi pada batuan, seiring kegiatan pelapukan. Bisa dibayangkan batuan tersebut sudah hadir setidaknya ratusan ribu tahun yang lalu, kemudian terkena cuaca terik siang hari dan mengembang dingin pada malam hari. Demikianlah proses pelapukan pada batua terjadi, sehingga membentuk bongkah-bongkah batuan dalam bentuk ukuran yang lebih kecil.

Di sebelah timur dari blok Batu Kuda, terlihat lembah yang dalam membentuk cekungan tapal kuda dan terbuka kearah utara. Menandakan sisa dari kegiatan letusan gunungapi, berupa kawah yang disebut Kawah Citiis. Bisa diintepretasikan sebagai sumber letusan sub gunungapi dari sistem G. Malabar. Pusat letusannya terlihat memotong Kaldera Malabar sehingga kegiatan letusan G. Citiis relatif lebih muda dibandingkan Kaldera Malabar. Selian itu keberadaanya berdampingan, sehingga bisa disebut sebagai letusan samping.

Kawah Citiis adalah anak gunungapi dari sistem G. Malabar. Lebarnya sekitar 1.7 km., barat ke timur, dan terbuka ke arah utara.Menandakan bahan letusannya dialirkan ke arah sana, melalui mekanisme geger puing atau debris avalance. Bisa juga karena adanya jalur sesar yang membuka jalannya longsoran tubuh gunungapi Citiis. Membentuk kawah lonjong, sekitar 3.5 km., sekitar wilayah yang lebih rendah di Pinggirsari, Arjasari. Di sebelah selatannya, terlihat kerucut-kerucut yang lebih kecil denga pola terisolir, seperti puncak Mega, memberikan indikasi sisa pusat letusan gunungapi. Bila mendaki hingga puncak Mega, didapati struktur melingkar (circular structure), berupa depresi berbentuk bulat atau lonjong. Ukurannya besar hinga diamter 2 km., dikategorikan sebagai kaldera.

Bila diurut dengan kejadian pembentukan dan kegiatan kegungapian sekitar G. Malabar, menunjukan ada lima pusat letusan (Bronto, 2006). Sekitar satu juta tahun yang lalu, hadir kegiatan kegunungapian G. Tikukur atau sisa kegiatan G. Baleendah. Sistem gunungapi G. Bukitcula dan G. Geulis. Merupakan morfologi G. Baleedah yang jauh lebih tua dari kehadiran G. Malabar. Umurnya sekitar Tersier atau sekitar 2.200 tahun yang lalu. Selanjutnya kehadiran G. Kendang sebelah barat G. Darajat. Kegiatan G. Malabar sekitar 230 ribu tahun yang lalu. Disusul letusan samping (sub volcano) Kawah Citiis. Terakhir adalah kegiatan kegunungapian G. Gambung di sebelah selatannya G. Malabar.

Melalui pendakian G. Sangar-Malabar, memberikan pemahaman kegiatan gunungapi di masa lalu. Gunungapi yang pernah hadir menaungi cekungan Bandung, meletus hebat kemudian saat ini padam. G. Malabar merupakan jajaran gunungapi di sebelah selatan Jawa Barat. Sebelumnya lahir gunungapi selatan disebut generasi pertama, gunungapi umur Kuarter yang kini hanya bisaksikan berupa sisa-sisa tubuhnya di Pantai Selatan.

G. Sangar (Citiis) – Malabar kini dorman, tidak lagi menunjukan aktivitasnya. Kondisi demikian menandakan posisi penunjaman lempeng Indo-Australia bergeser ke utara. Kemudian lahirlah jajaran gunungapi generasi ke-tiga, diantaranya G. Gede-Pangrango, G. Salak, G. Papandayan, G. Galunggung yang kini terus diawasi aktivitasnya. Warisan yang ditinggalkannya adalah panorama bentang alam gunungapi dorman, lembah dan punggungan yang menawan. Selain itu adalah tanahnya yang subur dan air yang melimpah bagi kesejahteraan warga yang menempati lereng hingga kaki G. Malabar.

Punggungan di bibir kawah Citiis puncak G. Sangar.
Lembah dan tubir kawah Citiis, sub volkano G. Malabar
Blok Batu Kuda, diduga dike/ntrusi di puncak G. Sangar.