Bila berkendara dari arah barat menuju kota Bandung, jalanan berkelak kelok seperti ular. Kadang naik, dan turun hingga meliuk tajam, mengukuti kontur perbukitan. Terlihat tebing-tebing tinggi yang menjulang, menghiasi pemandagan selepas dari Cihea ke Padalarang.

Perbukitannya memanjangn memagari lembah yang ditoreh jalan utama, menghubungkan Cianjur dan Bandung. Perbuktan ini menyambut siapa saja, menandakan sebentar lagi akan mmasuki daaran tinggi Bandung melalui Padalarang. Jelang siang biasanya hawa panas, diiringi abu hasil pembakaran dari pabrik-pabrik pengolahan, berlomba untuk meggerus perbukitan batu kapur. Suara gemuruh kendaraan berat, melintas dan berjalan pelan karena mengangkut bongkah batu kapur menuju pabrik.

Sela-sela perjalanan sesekali terlihat puncak-puncak runcing, dan dinding tegak menghalau pemandangan. Dinding tegak yang disusun oleh batun keras, berwarna kuning kecoklatan, didominasi oleh vegetasi gulma seperti rumput.

Di puncaknya terlihat bentuk pisau, menandakan monumen salah satu angkatan bersenjata negeri ini. Disebut Tebing 125, merujuk ke ketinggian yang diukur dalam meter. 125 adalah tinggi tebing yang berada di Desa Citatah, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Sedangkan dalma peta Rupa Bumi Indonesia, tebing ini merupakan bagian dari Pasir Pabeasan. Keberadaanya di bawah pengelolaan Pusdikpasus, di Batujajar. Sehingga sebagian besar wilayah tersebut bebas kegiatn penambangan. Seringkali diceritakan oleh warga, karena ada pisau besar yang menancap di atas bukit, sehingga tidak ada orang yang berani membuka lahan tambang.

Bukit tegak tersebu merupakan batuan karbonat, terbentuk jutaan tahun yang lalu. Dalam keilmuan geologi, disebut batugamping sedangkan masyarakat menyebutnya batu kapur. Dalam peta geologi, lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972), merupakan satuan batugamping Formasi Rajamandala. Merupakan batuan dari sisa binatang dan tumbuhan laur, seiring waktu mengendap dan menjadi batu. Proses pengendapannya terjadi pada Oligosen Akhr hingga Miosen Awal, atau sekitar 30 hingga 20 juta tahun yang lalu. Pada saat sebagian besar Jawa Bagian timur dan utara masih ada di bawah gelombang laut.

Tebing ini disusun oleh batugamping kristalin, masif dan tebal. Bila diperhatikn secara seksama, pada tebing tegak tersebut terlihat rekahan yang miring. Hal ini ditafsirkan sebagai akibat dari sesar naiik dengan arah leratif timurlaut-baratdaya (ENE-WSE), dan sesar mandatar (Siregar, 2005). Dari penelitian Gusti Ayu Jessy dkk, (2018) melaui kajian pengukuran Terresterial Laser Scanner, berupa pengukuran geometeri. Hasilnya adalah interpretasi orientasi rekahan arah timur laut-barat daya dengan kemiringan relatif tegak 30o-90o.