Gua ini dahulu bekas pembuangan mata-mata Belanda pada masa perang revolusi. Kata “barat” dalam penamaan gua ini berarti “angin” dalam bahasa setempat (Jawa), jadi bisa disimpulkan bahwa bisa dirasakan hembusan angin yang keluar dari mulut gua, atau disebut Wind Cave. Terletak di Dusun Palamarta, Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Gua ini temasuk gugusan kawasan kars di Gombong Selatan. Morfologi kars ini bertipe Conical Kars, dan merupakan bagian dari formasi Gunung Sewu (Balaz, 1968).

Dibagian mulut gua terdapat batu seperti kerbau, dan disampingnnya terdapat pohon Asem, kemudian diambil oleh masyarakat dijual untuk pengganti makanan, karena di desa Blangkunang (kemudian diganti Jatijajar: ada dua pohon jati dua berjajar, kemudian disebut Jatijajar). Batang pohon digunakan untuk kayu bakar kapur. Pertama kali ABRI (angkatan bersenjata RI), menambang fosfat untuk penggunaan pupuk tanaman. Dilakukan secara berestafet tidak menggunakan alat bantu tambang, dan diperkirakan pada masa Soekarno. Kemudian pertama kali di ekplorasi oleh tim dari Austria (Mike Meredith, Ernst Koschier, Wolfgang Waagner) tahun 1983, hingga 1984, di Gua Barat (Wind Cafe) area Karangbolong, Kabupaten Kebumen* bersama Hikespi oleh Dr. Ko. Menurut Nur Salim, disebut Gua Barat berasosiasi dengan hembusan angin dari dalam gua ke luar, bisa diperkirakan karena tekanan udara yang dihasilkan dari tiga air terjun. Barat disini bukan menunjukan arah mata angin, tetapi bermakna angin. pada saat ekspedisi, diantar oleh Nur Salim sebagai sumber lokal, dihargai sebesar lima ribu rupiah. Jumlah peneliti enam orang; dua perempuan dan tiga laki-laki. Sejak 2003, air dimulut gua Barat dimanfaatkan menjadi sumber mata air masyarakat di desa Jatijajar, desa Redisari, Purwosari dan Pringtutul, didistribusikan menggunakan pipa. Selain memanfaatkan sebagai mata air, kini gua ini diproyeksikan menjadi tujuan wisata umum dan minat khusus, penelusuran gua kars, dipandu oleh warga desa Jatijajar; Yudi Hartono, Fathun Mubharok, Ghufroni dan Ratimin, yang pernah ditraining STP Bandung bekerja sama dengan Kementrian Pariwisata, tahun 2011 di Wuabong, Purbalingga Jawa Tengah. Kini gua batugamping ini diusahakan sebagai tujuan wisata minat umum dan khusus, untuk memberikan pilihan wisata di daerah Gombong Selatan. Dikelola oleh warga setempat, dan keketuai Fathul Mubarrok (38 tahun) yang biasa dipanggil Mas Wat. Pengetahuan dasar tentang keselamatan, dan pengelolaan wisata gua ia dapatkan dari pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. ©2013 Deni Sugandi

Penelurusan Gua Barat, Desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Sistem gua kars ini merupakan komplek gugusan kars Gombong selatan. Diinisiasi dalam rangka survey bersama Geomagz Badan Geologi KESDM dan Palawa Unpad, yaitu Baehaqi, Ichsan, Ade Hamid, Andreas Polin, Rizky, Hidayat, Vicko, Margo, Eris, Feri Hendarsim, Ronald Agusta, Dadang Hasanudin (Geopark Ciletuh), dan Deni Sugandi (Geomagz). Perjalanan menuju air terjun Jump Ulyses

Ruang berupa dome yang dihiasi ornamen gua. (c)Deni Sugandi
Endapan kalsit, membentuk batu alir. (c)Deni Sugandi