Dari jalan penghubung utama, Bandung ke komplek dinas Kabupaten Soreang, terlihat jajaran perbukitan di sebelah barat. Seperti pagar alam yang membatasi batas pemukiman dan komplek perbukitan, dengan rata-rata ketinggian puncaknya tidak lebih dari 1200 m dpl. Kelompok perbukitan yang terlihat di Soreang ini, merupakan kompleks gunungapi purba yang menerus hingga Cililin. Bila diukur secara umum, lingkar dasarnya saja bisa mencapi lebih dari 22 km. Dari batas Kutawaringin di sebelah timur, Mukapayung Cililin di sebelah barat, Alun-alun Cililin di utara. Dengan demikian, bisa dikategorikan sebagai Kaldera Soreang.
Di dalam lingkar tersebut dihuni oleh perbukitan kerucut, dan punggungan yang dibelah oleh sungai. Dari sisi Soreang, satu-satunya perbukitan yang paling mudah dikenali adalah Gunung Singa. Tingginya 1.033 m dpl., diapit oleh Gunung Puncaksalam di sebelah utara, dan Pasir Hingkil di selatannya. Dari tulisan sebelumnya, ditafsirkan sebagai Singha, atau Simha dalam sangsekerta. Ditafsirkan hewan singa, mengandung makna kuat dan gagah (T Bachtiar, Pikiranrakyat.com, 2020). Perbukitan tersebut merupakan bagian dari terobosan semi gunungapi (sub volcanic intrusion). Gunung Singa berbentuk demikian, menandakan pelapukan yang telah terjadi sejak lama, dicirikan dengan karakterisitik batuannya lebih keras sehingga resisten terhadap proses erosi.
Proses alam tersebut, membentuk kerucut-kerucut perbukitan soliter, dan perbukitan yang memanjang. Bentukan alam tersebut, merupakan rona wajah Soreang yang terbentuk setidaknya dari 4 juta tahun yang lalu (Sunardi & Koesoemadinata, 1999), bagian dari Gunungapi Purba Soreang.