Bila berkesempatan berkendaraan, melintasi barat ke timur atau jalan desa yang menghubungkan antara Jayamekar sebelah timur, ke Cirendeu, Citatah. Terlihat rumah-rumah warga yang padat di jalan lintas Jayamekar. Tumbuh bersamaan dengan pembangunan kota satelit Kota Baru Parahyangan di sebelah selatannya. Mulai tumbuh padat sejak akhir tahun 90-an menjelang tahun 2000, seiring dengan pembebasan lahan untuk perumahan super mewah di Kabupaten Bandung Barat.
Kota Baru Parahyangan menggunakan lahan hingga 1.250 hektar. Mengambil wilayah yang berbatasan langsung dengan danau buatan Saguling di sebelah selatannya, dan perbukitan G. Halimun di bagian selatannya. Perumahan ini merupakan kota mandiri pertama dan terluas di kawasan Bandung raya. Dikembangkan oleh pengusaha properti kakap, Osbert Liman melalui usaha Lyman Group sejak tahun 2000. Ditunjang dengan akses jalan tol yang menghubungkan antara Jakarta-Bandung, dan layanan kereta api cepat yang kini telah beroperasi di Padalarang.
Gunung Halimun secara administratif masuk ke Desa Gunung Masigit, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Merupakan perbukitan yang memanjang dari timur laut ke barat daya. Ciri perbukitan yang terlipat oleh kegiatan tektonik sekitar 5 juta tahun yang lalu. Sumbu perlipatannya sejajar dengan perbukitan Karst Citatah yang berada di sebelah utaranya.
Dalam peta Rupa Bumi Indonesia (2000), G. Halimun memiliki elevasi 972 m dpl. Berdampingan dengan puncak G. Pangcalikan (768 m dpl.) yang sering disebut Gunung Bandera, dan G. Puter (889 m dpl). Keberadaan tiga puncak ini menjadi titik tinggi di antara perbukitan landai ke arah selatannya. Kemudian jajaran perbukitan ini memiliki beberapa puncak yang lebih rendah, diantaranya G. Tanjung (648 m dpl.) yang masuk k Desa Jaya Mekar. Ke arah timurnya terlihat G. Bentang (739 m dpl.) yang menjadi batas antara Desa Jayamekar dan Desa Bojonghaleuang.
Kelompok G. Halimun-Pangcalikan dan Puter, batuannya disusun oleh batupasir vulkanik Formasi Citarum. Umurnya Miosen Awal, atau sekitar 15 juta tahun yang lalu. Kemudian bagian atasnya ditutupi tidak selaras oleh endapan gunungapi umur Holosen. Diantaranya adalah produk pidoklastik jatuhan G. Sunda-Tangkubanparahu.
Bagi yang pernah berkunjung ke puncaknya, sebagian besar bagian penutupnya adalah tanah lapuk dari endapan vulkanik. Namun bila sedikit ke arah selatannya, tersingkap batupasir masif, yang dimanfaatkan oleh warga untuk pembuatan cobek. Alat penumbuk penghalus bumbu dapur tersebut, menjadi andalan mata pencaharian sebagian besar warga Desa Jayamekar. Dikerjakan secara manual, menggunakan alat sederhana seperti pahat dan palu. Menurut warga, bahan dasar batupasir lebh muda dibuat bila dibandingkan menggunakan batuan beku seperti andesit. Seiring waktu permintaannya semakin rendah, akibat digeser oleh blender elektronik.
Di puncak bagian baratnya didapati lima makam, dan hanya dua makam saja yang masih bisa dibaca. Diantaranya makan dengan nama Eyang Pager Barang Gunung Halimun, dan Eyang Kian Santang Gunung Halimun. Belumlah ada informasi lengkap, namun bisa saja dikaitkan dengan nama perintis pembukaan desa disekitar G. Halimun.
Dari G. Halimun merupakan hulu Ci Gintung, yang bertemu dengan Ci Reundeu, di Bojonghaleuangpasir. Kedua sungai tersebut merupakan DAS Ci Tarum, alirannya masuk ke Waduk Saguling di Bojonghaleuang. Airnya berwarna coklat, menandakan membawa sedimen dari kegiatan erosi di hulu. Menandakan sebagian lerengnnya telah berubah menjadi lahan pertanian dan perkebunan.
Kawasan G. Halimun Citatah Padalarang, merupakan tutupan hijau, yang ditumbuhi oleh pohon tegak dan vegetasi lainnya. Dalam perhitungan secara sederhana menggunakan bantuan google map, luas wilayahnya sekitar 1.000 m3, dengan panjang kelilingnya sekitar 4 km. Tutupan vegetasi tersebut merupakan batas dua desa. Ke arah timurnya sebagian besar masuk ke Desa Jayamekar, kemudian sebelah baratnya masuk ke Desa Gunung Masigit, Citatah, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.
Tutupan hijau tersebut memiliki keistimewaan, karena kelembaban udara tinggi, memiliki banyak pohon rimbun yang menyebabkan puncak gunung tersebut ditutupi kabut atau disebut halimun. Namu seiring berkembangnnya pembangunan dan perumahan yang semakin melebar, menyebabkan halimun tersebut berangsur-angsur hilang. Terjadi karena perubahan iklim lokal, akibat polusi yang berasal dari hunian warga. Kini Gunung Halimun tinggal lamunan, kabut yang hilang dari perbukitan tertinggi sebelah selatan kawasan Citatah Padalarang.