Pada masa kolonial di Bandung, kolam renang disebut Badplaats Tjihampelas tertutup untuk orang inlander. Warga Bandung memilih pergi ke Situ Garunggang, pilihan wisata tirta yang terbuka untuk warga pribumi saat itu. Situ atau danau buatan yang berada di bantaran Ci Kapundung, diantara jalan penghubung Balubur-Tamansari di timur, dan Cihampelas di sebelah barat.

Situ buatan tersebut diduga sisa kegiatan tambang, diambil tanahnya untuk pemanfaatan pembuatan genting atap rumah dan batunya digunakan untuk pondasi. Mengingat pada awal tahun 1920-an kota Bandung sedang giat-giatnya dilakukan pengembangan, untuk persiapan pemindahan ibu kota Hindia Belanda ke kota ini. 

Sebagian besar wilayah tersebut merupakan tanah tidak bertuan, disebut Garunggang. Garung berarti tanah yang tidak digarap, biasanya dipenuhi semak belukar. Seiring waktu, cekungan yang berada persis di bantaran Ci Kapundung, kemudian diperluas dengan cara digali, dilakukan secara manual oleh Haji Soebandi. Pengusaha niaga di Pasar Baru, memanfaatkan ruang terbuka tersebut menjadi situ untuk wisata. 

Warga memanfaatkan situ ini untuk kegiatan wisata berperahu, memancing hingga berenang. Walaupun airnya tidak sejernih kolam renang milik kolonial, tetapi situ ini cukup memberikan hiburan untuk warga pribumi. Selain itu bisa juga menyewa Salimar, sebutan untuk perahu yang memiliki saung atau atap, disewa dalam hitungan durasi waktu tertentu. Saat itu biasanya disewa antara 25 hingga 2,5 sen (Kunto, 1992). 

Penamaan situ seiring waktu berganti, dari Situ Garunggang, kemudian dikenal juga dengan Empang Cipaganti. Karena daerahnya subuh, ditumbuhi tanaman Hanjeli, kemudian disebut Situ Bunjali (Katam, 2006). Sumber lain menyebutnya Situ Pelesiran, yang dimaknai dengan tempat untuk berwisata (pelesiran). Saat itu jalan setapak yang menghubungkan antara Tamansari di sebelah timur, dan ke Cihampelas di bagian barat disebut Jalan Pelesiran. 

Memasuki pendudukan Jepang 1942, keberadaan situ ini tidaklah begitu populer. Karena pembatasan ruang gerak warga, termasuk situasi sosial di Bandung yang tidak menentu. Sehingga Situ Garunggang tidak terurus, dan kemudian terbengkalai. Karena keberadaanya di bantaran Ci Kapundung, seringkali di erosi sungai. Sehingga tanggul pemisah situ jebol. 

Selepas kemerdekaan, Situ Garunggang tidak lagi menjadi tujuan wisata unggulan. Sehingga beralih fungsi menjadi kolam budidaya ikan. Seiring kebutuhan pemekaran pemukiman warga, pada awal tahun 1980-an mulai dikeringkan, dengan cara dialirkan ke Ci Kapundung. Ditimbun kemudian menjadi kawasan hunian yang saat itu telah berdiri kompleks perumahan di sekitarnya. Hingga awal tahun 1993, sepenuhnya telah menjadi hunian warga. Saat ini berupa perumahan warga, di sebelah barat jembatan Ci Kapundung. Tidak lagi menyisakan ruang hijau, karena telah habis ditumbuhi beton hingga bantaran sungai.

Peta Bandung 1924, memperlihatkan lokasi Situ Garunggang (Swimming basin).