Dua batang tembakau kawung digulung, satu cerita menggulung dalam lamunan. Pa Adang yang saya temui di Desa Rahong mengupas kembali ingatannya tahun 60-an. “Saya ingat betul, saat waktu masih kecil saya sering menemani orang tua saya ke ladang, melalui jembatan bambu itu” gulir pa Adang. Cerita lainya mengalir mengupas manfaat jembatan bambu yang dibangun di atas Ci Tarum sekitar Saguling.
Sebelum pembangunan Waduk Saguling awal 1980-an, airnya deras sekali jelas Pa Adang. Tinggi parasnya bisa mencapai 5 meter, hingga merendam perkebunan pisang saat ini tunjuknya. Celah sungai di segmen Rahong dicirikan dengan dinding sungai tinggi hingga 30 meter dan terjal, menandakan kegiatan erosi yang digerakan oleh energi air yang sangat kuat. Ci Tarum pada saat itu memisahkan beberapa desa yang berada di lereng-lereng perbukitan, hasil pemekaran setelah pacakemerdekaan. Kampung Rahong di sebelah barat, dan Desa Jati, dan Desa Cikuda atau Desa Saguling saat ini. Tanah yang subur dan air yang melimpah, menjadi daya tarik masyarakat saat itu untuk menggarap lahan-lahan yang masih kosong saat itu. Namun kesulitan berikutnya adalah akses menjadi tantangan, sehingga diperlukan sarana penyebrangan yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi, termasuk menjual hasi bumi ke Cianjur.
Jarak tempuh terdekat saat itu adalah menyebrangi Ci Tarum segmen Rahong, sehingga diperlukan jembatan yang kokoh untuk menyebrang. Menurutnya bahan dasarnya menggunakan beberapa batang bambu, kemudian dipasang tiang penyangga dari bambu, dengan struktur segitiga dan dasar penyebrangan dari beberapa bambu yang menghubungkan antar celah jurang. Lebarnya tidak lebih dari 60 cm, dan panjangnya 5 meter. Dibangun di celah tersempit dinding terjal Rahong, dengan tinggi hingga dasar air 10 meter. Dibangun oleh warga yang membutuhkan akses dari desa Rahong ke desa Saguling, Cianjur.
Tafsir Rahong, menurut pa Adang terdiri dari dua suku kata. Dikira-kira tapi nyata, seperti dalam perumpamaan dalam penutur bahasa Sunda. Rah bermakna keturunan, sedangkan hong adalah status sosial di masyarakat seperti keturunan menak atau penguasa. Sehingga artikan adalah keturunan bangsawasan Sunda saat itu. Bila dibaca kembali dari penelusuran makna leksikon Sunda bermakna lain.
Cukang seperti di tulis dalam kamus Jonathan Rigg (1862, PT Kiblat Buku Utama, 2009) merujuk pada jembatan, biasanya terbuat dari bahan bambu baik itu satu batang maupun diikat menjadi satu kesatuan struktur, digunakan untuk menyebrang sungai. Sedangkan Rahong pada keterangan yang sama, berarti jurang atau celah landai hingga terjal sungai dan deras berbatu.
Dengan demikian, Cukang Rahong bisa ditafsirkan jembatan yang terbuat dari bambu, bergunan untuk menyeberagi Ci Tarum. Sungai yang membelah dataran tinggi Bandung, berhulu di Situ Cisanti, lereng Gunung Wayang di sebelah selatan Bandung. Mengalir di dasar Cekungan Bandung yang terbentuk seiring pembentukan cekungan tersebut. Beberapa pendapat mengatakan bahwa, pembentukan cekungan tersebut sejak pengangkatan Jawa bagian barat, sekitar umur Neogen (van Bemelen, 1948), disebut cekungan antargunung. Sutikono Bronto (2014) menduga bahwa cekungan tersebut merupakan dasar kaldera, dari gunungapi ukuran raksasa dan telah hilang.
Cekungan tersebut dalam sejarah geologi terendam menjadi danau purba, selain siklus cuaca global saat itu, disebabkan juga oleh tertutupnya sungai tersebut di sekitar Ngamprah oleh materila letusan Gunung Sunda. Akibatnya Ci Tarum terbentung, kemudian membentuk danau sejak 105.000. tahun yang lalu. Seiring waktu danau tersebut kemudin kering dalam jangka waktu yang sangat lama, hasil dari pembobolan perbukitan breksi dan lava Puncak Larang dan Pasir Kiara (Brahmantyo, 2008). Di segmen Saguling hulu, bobol di Cukang Rahong.