Semangat jaman dalam pendidikan fotografi di Bandung dinamis, diisi oleh para pendahulunya melalui hasil kerja dan sumbangan pemikiran. Jejaknya ada yang berwujud, ada juga dalam alam pikiran yang hanya dipahami dalam batas diskursus. Berupa jalur pendidikan informal kemudian diwujudkan dalam lebaga formal, jalur pendidikan nonformal hinga informal.
Pendidikan fotografi dipelajari dengan tiga cara. Melalui jalur Formal yaitu pendidikan melalui vokasi yang disisipkan dalam mata pelajaran pilihan, hingga berjenjang di perguruan tinggi. Berikutnya melalui jalur informal atau dengan cara belajar mandiri. Jalur ini ditempuh dengan cara tukar informasi fotografi melalui komunitas, klub fotografi, maupun dengan cara mandiri seperti melalui pembejalaran daring saat ini. Dicirikan dengan cara belajar yang tidak terstruktrur dengan durasi yang lama. Materi yang dipilih sesuai minat, dan terkadang melompat langsung diujung materi sehingga penguasaan dasar-dasar pemahaman fotografi tidak terlalu dikuasai.
Biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki latara belakang pekerjaan di luar fotografi, waktu terbatas atau melihat media fotografi sebagai sarana aktualisasi dan rekreasi disebut para hobby. Salah satu sumber informasi fotografi disebarkan tanpa sadar oleh Dayat Ratman. Pertengahan 90-an hingga akhir tahun 2000-an, Dayat Ratman bekerja sebagai teknisi lab fotografi Mutivera di Bandung. Disela-sela pekerjaanya, sering kali berdiskusi dan menyampaikan pengetahuannya terutama tentang teknis cuci cetak kamar gelap.
Pada jalur informal salah satu cara belajarnya adalah melalui media publikasi atau majalah. Diantaranya penerbitan berkala seperti di klub fotografi Buletin PAF, majalah Fotografi Indonesia, disambung Fotoklik sekitar 2001 dirintis Handoyo di Bandung, hingga majalah nasional seperti Foto Media dan Chip Foto Video. Majalah ini pernah hadir sekitar awal tahun 90-an akhir, harus tutup karena oplahnya terus merosot.
Awal mula penerbitan majalan Fotografi Indonesia tersebut dipelopori oleh Leonardi, berangkat dari buletin bulanan klub fotografi Perhimpunan Amatir Fotografi di Bandung. Buletin ini memuat hasil lomba, artikel populer, informasi seputar fotografi hingga informasi lainya. Buletin ini hadir mengawal pendirian PAF dimasa kolonial, dengan dalam bentuk cetak seukuran A5 berbahan kertas jenis book paper hitam putih. Dimulai dengan nama De Lens sekitar 10 Maart 1937 (nomor 3) dan Agustus 1937 (nomor 8) berisikan informasi tentang Het Eerste Nederlandsch-Indische Fotosalon (Juli-Agustus 1937) dan rencana Het Tweede Nederlandsch-Indische Fotosalon (25 Juli-2Agustus 1938). Foto yang masuk datang dari Pulau Jawa, Sumatra, Borneo, dan Celebes, bahkan dari luar Hindia Belanda, karena melibatkan peraturan pabean untuk izin masuk karya foto (Karlina, 2006). Geliat menyebarkan ilmu fotografi secara sistematis, jauh telah dilakukan sebelum masa penjajahan Jepang masuk di Indonesia (1942).
Dari beberapa informasi disebutkan pula bahwa perintisan kursus singkat dimulai oleh seorang Belanda bernama Noss, kemungkinan sekitar 1930-an di Bandung. Membuka kursus fotografi singkat dan terbatas, dengan biaya cukup mahal pada saat itu. Setelah Jepang berakhir, tampil Mr. Jap, tahun 1958, seorang warga keturunan tionghoa membuka kursus proses cuci-cetak hitam putih untuk umum, di jalan Sunda Bandung dan Lan Ke Tung di Andir melaui studio fotografi Lovely Foto (Sugandi, 2010).
Dijalur Nonformal hadir lembaga kursus fotografi paling awal di Bandung. Diantaranya Institute Seni Fotografi dan Disain/ISFD. Lembaga kursus mengajarkan teknis fotografi, didirikan oleh Prayitno Soelarko sekitar 1979. Penerus kursus fotografi singkat dari ayahnya, RM Soelarko, dengan nama lembaganya Fokine sektar 1971.
Pada 8 Mei1998 hadir lembaga kursus yang dikerjakan oleh Riadi Rahardja. Melalui lembaga kursus Pusat Pelatihan Fotografi Jonas atau PPFJ. Tutup pada 2003 kemudian berwujud kembali dalam lembaga kursus INOVA School of Photography pada 1 Oktober 2003. Ketertarikan fotografi dimulai saat kuliah di Jurusan Hubungan Masyarakat di Fakultas Ilmu Komunikasi tahun 1983. Awal tahun 1998 memulai usahanya membukan Pusat Pelatihan Fotografi Jonas di Bandung. Riadi memberikan nafas fotografi, melalui buah pikiranya sejak pendirian lembaga kursus. Dari pengalaman tersebut duduk sebagai tim perintisan penyusunan standar bidang teknis fotografi, sekitar awal 2013. Kemudian ditahun berikutnya dipercaya untuk memimpin organiasi profesi fotografi, dari periode 2014 hingga 2017.
Seangkatan dengan lembaga kursus fotografi di Bandung, lahir juga beberapa usaha pelatihan fotografi melalui jalur nonformal, diantaranya dirintis melalui yayasan yang dibentuk oleh klub fotografi PAF, kemudian Lembaga Kursus Medicourse, Sekolah Fotografi Tjap Boedi Ipoeng, Humanika, Komunitas Iluminati, Angin Photo School, hingga My Infrared oleh Dibyo Gahari.
Dijalur pendidikan formal, perintisan pengajaran fotografi diprogram studi Institut Kesenian Jakarta/IKJ pada 1992. Kemudian di 1994 berdiri lembaga fotografi di Fakultas Seni Media dan Rekam, Institut Seni Indonesia/ISI Yogyakarta. Dua tahun kemudian disusul oleh pendirian Progam Fotografi dan Film strata sarjana (S1) di bawah naungan Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan, 13 Februari 1996. Pendirian lembaga formal fotografi tersebut dirintis oleh Leonardi dan beberapa orang yang terlibat penyusunan kurikulum awal.
Leonardi, Dayat Ratman dan Riadi Rahardja adalah para pemahat waktu, meninggalkan jejak untuk pendidikan fotografi. Pertemuan diskusi ini bermaksud mengupas kembali, jejak-jejak yang berceceran untuk dikumpulkna kembali. Kemudian dimaknai sebagai hasil karya untuk dilanjutkan, dan menjadi ingatan kolektif atas jasa-jasa para pendahulu.
Mantaap