Dari arah Sagalaherang, kemudian mengikuti jalan utama ke arah Jalancagak. Saat jalanan mulai berbelok sekitar Sagalaherangkaler, ambil jalan alternatif ke arah Subang.
Sekitar Genggereng, jalananya menurun tajam memotong tinggian perbukitan menuju lembah. Berupa gawir terjal yang dipotong oleh Ci Nangka. Sungai yang berhulu di lereng timur G. Tangkubanparahu, kemudia bertemu dengan Ci Asem di Batukapur.
Jalanan kelas kabupaten, memotong pesawahan warga. Sejajar dengan aliran Ci Asem yang melandai ke arah utara. Sebagian besar wilayahnya ditempati sawah, dan ladang perkebunan pohon keras. Jalan yang menghubungkan Sagalaherang ke Subang, diapit oleh perbukitan, sebelah barat adalah Pasirpogor 464 mdpl. dan Pasirteuweul ke arah utaranya. Bagian timurnya berupa punggungan Pasir Batukapur.
Dasar lembahnya dipotong oleh Ci Asem. Sungai yang berhulu di G. Tangkubanparahu, mengalir ke arah utara, melintasi kota Subang dan berakhir di sekitar Dusun Palabuhan di Teluk Ciasem. Disekitar Batukapur dan Curugagung, dasar sungainya dialasi batuan beku. Berupa aliran lava yang telah mengalami pelapukan dan erosi, membentuk bidang-bidang rekahan. Diantaranya didapati batuan yang terlipat akibat perubahan struktur akibat regangan. Karena bersifat plastis, membentuk struktur yang disebut ductile deformation.
Di Curugagung, terlihat lava tebal yang tererosi. Membentuk air terjun, yang membentuk gawir terjal. Terjadi akibat batuan keras yang lebih resisten tetap bertahan, sedangkan batuan lainya tererosi.
Dalam peta Geologi Lembang Bandung (2003), peneliti Silitonga mengelompokan batuannya adalah hasil endapan gunugapi tua. Disusun oleh hasil Gunungapi Muda Tak Teruraikan (Qyu), berupa pasir tufan, lapili, breksi, lava dan aglomerat. Ditaksirkan merupakan produk G. Tangkubanparahu. Ke arah timurnya berbatasan dengan litologi batuan gunungapi lebih tua. Berupa Hasil Gunungapi Lebih Tua (Qob), batuan penyusunnya breksi, lahar dan pasir tuf berlapis-lapis dengan kemiringan kecil. Dua satuan batuan tersebebut merupakan produk endapan gunungapi.
Tafsiran lainya disampaikan dalam penelitian yang lebih detail, dilakukan oleh Soetoyo dan Hadisantono (1992). Aliran lava tersebut merupakan produk G. Sunda (Sap), berupa aliran pirolastik terdiri dari juvenil berupa skoria dan batuapung lebih kurang 20% dari volume, sisannya berupa material tua atau fragmen litik dari batuan samping. Dari pengukuran arang kayu, didapat umur 38.300 tahun (Hadisantono, 1988). Luas daerah endapan aliran piroklastik ini lebih kurang 200 km2 dengan ketebalan antara 8-180 meter di tebing.
Satuan batuan ini didapati dibagian dindiing Ci Asem, sekitar Curugagung. Berupa dinding breski gunugapi yang tererosi oleh aliran sungai. Sedangkan didasar sungai dialasi oleh lava tebal. Bila merujuk kepada Peta Geologi Gunungapi Tangkubanparahu/Komplek Gunungapi Sunda, Soetoyo dan Hadisantono (1992), menyebutkan disusun oleh lava Prasunda (Prl). Lava yang mengalir hasil letusan efusih gunungapi Prasunda umur Plesitosen. Bagian bawahnya diendapkan aliran piroklastik PraSunda (Prap), kontak langsung dengan batuan Tersier. Bila merujuk pendapat tersebut, kemungkin sumber aliran lava tersebut adalah hasil letusan efusih G. PraSunda, sekitar 500 ribu tahun yang lalu.
Keberaadaan Curugagung kini terabaikan. Akses menuju air terjun tersebut tertutup oleh timbunan sampah warga, menandakan objek wisata bumi tersebut tidak lagi diminati para pengunjung. Kondisi seperti ini menjadi biasa, karena kurangnya narasi dan informasi kepada wisatawan.


