Keberadaan tempat ini berada diantara dua tinggian. Sebelah baratnya dibatasi oleh puncak G. Guha 934 m dpl., dan disebelah timurnya terlihat tinggian G. Balukbuk 917 m dpl. Elevasi Sanghyang Lawang disekitar 912 m dpl. Bila dipandang dari  Jalan Raya Cianjur-Bandung di sekitar Cipatat, kemudian memandang ke arah selatan. Terlihat jajaran perbukitan dengan dua puncak. Diantarany puncaknya merupakan punggungan (hoghback) disebut Sanghyang Lawang.

Sanghyang berarti bentuk penghormatan budaya kepada sesuatu yang memilik peran spiritual. Terutama untuk masyarakat Sunda, makna tersbut merujuk kata sandang kepada dewata, bagian dari kepercayaan masa lalu. merujuk kepada sesuai yang agung dan memiliki nilai spiritual tinggi. Dengan demikian, masyakarat lokal yang menempati Cipatat menilai bentang alam tersebut sebagai wilayah yang sakral untuk dihormati. Namun kini sakralnya telah hilang, akibat pembalakan hutan dan kegiatan penambangan marmer terbuka.

Menurut keterangan Restu Nugraha (ayobandung.com. 2022) Memasuki pascareformasi, sebagian besar kawasan yang masuk ke dalam pengelolaan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, di bawah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cipatat  merupakan hutan produksi yang lebat. Bahkan menurut keterangan warga, disebut Leuweung Hideung, menandakan begitu lebatnya vegetasi dan pohon tegakan. Namun seiring pascareformasi 1998, sebagian besar ditebang untuk seiring dengan kebijakan pembukaan lahan. Dampaknya terasa langsung, diantaranya beberapa mata air yang mengalir dibagian lerengnnya kemudian kering. Selain hilangnnya vegetasi penutup perbukitan ini, ditambah kegiatan penambangan yang mengambil alih sebagian besar lahan di Gunung Guha.

Satuan perbukitan ini disusun oleh batuan karbonat Formasi Rajamandala. Diendapkan sekitar 30 juta tahun yang lalu. Masyarakatnya menyebutnya batu kapur (limestone), atau disebut juga batugamping. berupa batugamping terumbu masih, dengan beberapa bagian terlihat berlapis-lapis yang merupakan ciri pengendapan. Seiring waktu terjadi pengangkantan oleh kegiatan tektonik, dan terjadi proses pelarutan. Bukitnya berupa gua-gua yang terbentuk di sektiar Gunung Guha.

Dibeberapa bagian perbukitan ini, didapati mikro karst yang menghiasi permukaan. Menandakan hasil kegiatan pelaturan yang sangat intensif dimasa lalu. Disebut proses karstifikasi, akibat dierosi oleh air hujan. Membentuk blok-blok dengan ukuran yang bervariasi, dan karst yang menyebar dan ditutupi ole lapukan batuan berupa tanah. Perbukitannya terjal, memanjang seperti pagar alam membatasi selatan Desa Cipatat dengan Cipangeran, Saguling.

Disebelah baratnya, merupakan lokasi penambangan marmer. Sebagian besar bentuk lahannya telah hilang oleh kegiatan pengambilan batuan sejak lama. Sedangkan ke arah lereng baratnya berbatasan dengan Kawasan Bentang Alam Karst. Kawasan konservasi ini ditetapkapn melalui Surat Keputusan Kepmen ESDM Nomor 1830/K/40/MEM/2018. File bisa diunduh di https://mypatriot.id/patgtl/dokumenpublisview/291?showdetail= Meliputi sebagian besar lereng barat Gunung Guha, hingga berbatasan dengan Ciptaharja. Meliputi mata air Cipaneguh, Ciptaharja, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat.

Makna sakti sanghyang kini telah hilang, diganti oleh kepentingan ekonomi sesaat. Apalagi kebijakan pemerintah daerah dalam pengelolaan wilayah ini dirasa kurang. Terutama dalam penuangan kebijakan tata ruang yang tidak lagi menyertakan Kawasan Bentang Alam Karst tahun 2018, ke dalam dokumen RTRW Pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Sehingga statusnya akan mudah digantikan oleh kegiatan ekstraktif.

Mikro karst yang menghiasi perbukitan Sanghyang Lawang.
Perbukitan minus vegetasi, disipakan untuk kegiatan pertanian di musim hujan.