Keberagaman sudah lebur dalam naungan negara kesatuan republik ini. Seperti di kampung Bali, hadir di tengah-tengah suku melayu di pulau Belitong. Pulau strategis di negeri bahari ini, duduk di alur laut kepulauan Indonesia. Sehingga pada masa pra-Orde Baru, diperlukan penguatan sumber daya manusia, termasuk sebaran penduduk. Pemerintah di bawah Soekarni, kemudian dilanjutkan oleh Soeharto, melihat bahwa pulau ini memiliki nilai strategis, dan sebaran penduduk yang masih jarang.
Program transmigrasi di Indonesia terjadi jauh sebelum negeri in lahir. Di bawah kuasa kolonial, Belitong merupakan pulau yang memiliki sumber daya alam besar, diantaranya timah dan kaolin. Melalui seruan Ratu Wilhelmina di 1901 mengenai politik etis Belanda, bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melaui transmigrasi. Pada masa itu alasan dasar pemindahan penduduk karena sektor industri, eksplorasi sumber daya alam dan pertambahan penduduk khususnya di pulau Jawa meningkat.
Dalam catatan kolonial, pada 1930 berhasil memindahkan 30 ribu jiwa penduduk Jawa ke sekitar wilayah Lampung. Program tersebut berhasil karena propaganda menawarkan tanah harapan, kesejahteraan dan perencanaan administrasi yang baik.
Pada masa setelah kemerdekaan di 12 Desember 1950, Soekarno berhasil memindahkan sebanyak 23 kepala keluarga ke daerah Lampung. Tidak jauh dengan tujuan kolonial saat itu, yaitu mendorng upaya penyebaran penduduk, mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan. Pada tahun berikutnya, program ini terus dijalankan. Dilanjutkan pada saat kepemimpinan Soeharto, yang berhasil memindahkan 1.4 juta kepala keluarga, atau sekitar 7 juta jiwa yang berasal dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Pada 1962 bertepatan dengan letusan Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung Agung di Bali, menyebarkan penduduk ke sekitar Lamung dan Sumatra bagian selatan, termasuk di kepulauan Bangka-Belitung.
Kampung Bali di pulau Belitong, merupakan bagian dari transmigrasi pada Orde Baru. Transmigrasi tersebut merupakan upaya pemerintah saat itu, agar masyarakt yang tertimpa bencana letusan Gunung Agung, bisa berdikari dan menata hidupnya kembali. Kampung ini terletak di Desa Keciput, Kecamatan Sijuk. Dusunnya bernama Balitung, yang dicirikan oleh bentuk bangunan trandisi Bali. Walaupun sebagian telah beralkulturasi dengan penduduk melayu, namun masih memegang teguh adat istiadat. Dusun ini memiliki pura terbesar, yani Pura Puseh. Menandakan bahwa walaupun terpisah pulau yang sangt jauh, talian leluhurnya masih dipatuhi. Terdiri dari 130 kepala keluarga, tersebar di dusun kecil ini hingga radius 2 km. Menuju dusun Balitung ini bisa diakses dari Tanjung Pandan, ke arah timur sejauh perjalanan 30 km. Keberadaan dusun enklave ini menandakan keberagaman budaya, hidup berdampingan dan harmonis terjadi di pulau timah ini.