Tanjungmedar, berada di sebelah utara Sumedang. Administrasi kecamatan hasil pemekaran dari Tanjungkerta pada 2008. Dilihat dari rona buminya, berada di sebelah barat G. Tampomas. Gunungapi yang menaungi sebagian besar Sumedang. Wilayah Tanjungmedar dibelah oleh aliran sungai yang hulunya di utara. Disebut Ci Kandung, dengan panjang kurang leibh 87,42 km

Ci Kandung adalah Daerah Aliran Sungai Ci Punagara. Hulunya di Cimalaka, lereng sebelah barat daya G. Tampomas. Mengalir dari dataran tinggi sebelah selatan, ke arah utara hingga berakhir di Laut Jawa.

Sungai ini melintasi rangkaian batuan umur muda, hingga batuan tua yang diendapkan di laut dalam. Saat sebagian besar Sumedang bagian utara, tenggelam di dasar lautan. Seiring waktu diendapkan lempung dan pasir halus, melalui gaya gravitasi. Beberapa diendapkan membentuk perlapisan, hingga silang siur yang menandakan arus gelombang laut. Buktinya terlihat jelas di air terjun Buhud, di Sukatani, Tanjungmedar.

Seiring waktu kemudian terangkat di atas paras air laut, membentuk perbukitan yang melandai ke arah utara. Seiring aktivitas tektonik tersebut, terbentuklah jalur-jalur sesar. Patahan pada batuan yang mengalami pergeseran, naik atau bergerak turun, dan mendatar. Bukti kegiatan dinamika geologi terekam pada ekspresi rona bumi. Diantaranya munculnya batuan terobosan yang diberikan jalan melalui jalur sesar baratlaut-tenggara. Disebut G. Geulis, tingginya tidak lebih dari 400 m dpl. dimanfaatkan sebagai sarana kepercayaan lokal masyarakat. Bentuknya megah seperti menaungi wilayah Desa Kamal, sehingga memiliki makna di masyarakat.

Gunung Geulis diangkat Sesar
Geulis dalam bahasa Sunda, adalah cantik. Makna yang dilekatkan pada penamaan bentukan alam, berupa perbukitan batuan keras nan tinggi menjulang. Berada di sebelah barat G. Tampomas, dipisahkan oleh (sungai) Ci Kandung. Hulunya berada di Cimalaka, kemudian mengalir ke utara kemudian bergabung dengan Ci Punagara.

G. Geulis, secara administratif masuk di dua Desa, Kamal di sebelah barat, dan Kertaraharja di sisi lainnya. Masuk ke dalam Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang. Dari sisi sejarah bumi, merupakan perbukitan yang disusun oleh batuan beku.

Keberadaanya disakralkan oleh warga, karena bentang alamnya berkesan mistis. Diantaranya ditemui ceruk gua, diyakini sebagai pintu menuju alam yang berbeda. Disebut Lawang Kori, atau gerbang pemisah yang biasanya berada di dalam keraton. Memisahkan ke ruangan lainnya, melalui pintu gapura yang ditata sedemikian rupa. Sistem budaya yang berasal dari Mataram Islam, kemudian diadaptasi oleh masyarakat lokal.

Lawang Kori dipercaya oleh masyarakat Jawa lama. Seperti keyakinan masyarakat di Panjer Nagari, Kebumen, Jawa Tengah. Sebuah ritus yang diyakini sebagai tempat penobatan Amangkurat II, sebagai raja Jawa yang bertahta abad ke-19 awal. Gua yang disusun oleh batuan beku tersebut, dikelilingi oleh hutan dan tegakan pohon sehingga memberikan kesan sakral.

Selain itu ditemui beberapa tempat yang sering dikunjungi warga, diantaran Gua Batu Balandong, Gua Batu Balay, Batu Taman, dan Batu Kasur. Penamaannya diselaraskan dengan bentukan alam, kejadian dan makna yang terkandung di dalamnya. Gua Batu Balandong, diartikan sebagai tempat tempat persinggahan. Sesuai makna dalam Bahasa Sunda, tempat yang dibuat sedemikian rupa. Tujuannya sebagai persinggahan tamu, saat tuan rumah menggelar kegiatan pesta atau syukuran. Situs yang dikeramatkan diantaranya adalah Gua Batu Balai. Berupa susunan batuan yang terbentuk secara alami, berupa bongkah-bongkah batuan. Tersusun sedemikian rupa, saling mengunci dan membentuk terowongan. Pintu masuknya berupa celah selebar satu meter, kemudian melebar di bagian dalamnya. Terdapat ruangan yang digunakan untuk pertemuan atau sarana konsultasi dengan kuncen. dimanfaatkan oleh masyarakat, sebagai tempat untuk memanjatkan niat dan peruntungan. Atapnya adalah blok batuan besar, ditopang oleh blok batuan lainya. Sehingga membentuk seperti atap, walaupun tidak terlalu tinggi, sehingga bila memasuki gua ini harus sedikit membungkuk.

Perbukitan tersebut merupakan hasil terobosan magma, membeku di dekat permukaan. Seiring waktu membeku, membentuk punggungan memanjang barat laut-tenggara. Menerobos batuan sedimen Formasi Subang yang diendapkan pada kondisi laut dalam. Umur satuan batuan ini Miosen Atas/Akhir, yang berlangsung antara 11.63 sampai dengan 5.333 juta tahun yang lalu. Disusun oleh batulempung gampingan dengan sisipan tufaan. Kondisi geologi demikian, menyebabkan jalan desa yang menghubungkan menuju G. Geulis selalu longsor, akibat batulempung yang menjadi bidang gelincir.

Selain bahaya gerakan tanah, kondisi demikian menyebabkan sulitnya air bersih. Seperti yang dirasakan oleh warga Kamal Landeuh, Desa Kamal. Walaupun telah menggali hingga kedalaman 15 meter, airnya tidak melimpah. Sehingga warga memanfaatkan air hujan melalui bak penampungan, sedangkan untuk air minum dengan cara membeli yang bersumber dimata air Ciomas dan Cihayam Hideung.

G. Geulis berupa batuan beku yang kini tampil terdeformasi. Tingginya tidak lebih dari 200 meter, membentuk gawir terjal yang dikendalikan oleh sesar naik. Terbentuk bidang-bidang rekahan dan retakan, sehingga memunculkan rona seperti ceruk atau gua. Ciri kegiatan pelapukan dan dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang masih bekerja hingga kini. Bentuk perbukitannya didapati dinding tegak di bagian timur, kemudian melandai ke arah baratnya. Kondisi demikian diakibatkan oleh sesar yang berarah barat laut-tenggara. Sehingga sebagian perbukitan ini terangkat, membentuk tebing tegak menghadap ke arah timur.

Mencapai bagian puncak perbukitan, bias melalui Lawang Kori. Setelah melalui perkebunan warga, kondisi pendakian landai hingga terjal. Didapati bongkah-bongkah batuan beku, dalam ukuran besar. Mulai dari ukuran bak penampung air (toren), hingga sebesar kendaraan keluarga. Batuan tersebut merupakan jatuhan, bagian dari tubuh G. Geulis yang telah lapuk. Pada batuan tersebut terlihat proses pelapukan yang sedang terjadi.

Fosil Moluska di Curug Buhud
Berada di sebelah selatan dari G. Geulis Tanjungmedar. Mengikuti Ci Kandung ke arah hulu, hingga tiba di Desa Sukatani, Tanjungmedar. Ditemui air terjun yang mengalir ke arah utara, berupa sungai tahap dewasa. Dicirikan dengan airnya yang relatif masih deras, lebar dan membentuk huruf u. Dasar sungainya dilandasi oleh batuan sedimen, Formasi Kaliwangu, berupa hasil pengendapan laut dalam. Disusun oleh batulempung-batupasir,

Warga menyebutnya Curug Buhud, berupa air terjun yang bertangga. Di Lokasi ini merupakan pertemuan tiga sungai, mengali di atas Formasi Kaliwangu. Dari arah Cipicung, mengalir dari selatan ke utara adalah aliran Ci Picung. Kemudian dari arah Pasirtani mengalir Ci Pedes. Dua sungai tersebut bergabung dengan Ci Kandung yang hulunya di Nyalindung, Cimalaka.

Pertemuan sungai ini mengalir pada batuan sedimen, dan bertangga. Kondisi demikian diakibatkan oleh sesar normal yang terlihat jelas di aliran Ci Pedes. Menyebabkan terbentuknya air terjun yang bertangga.

Akibat kegiatan erosi oleh arus air, menyebabkan sungainya melebar dan membentuk air terjun. Akibat batuannya lebih keras, disusun oleh batupasir, mengakibatkan membentuk ceruk air terjun hasil pengerosian pada batulempung. Perlapisannya hampir mendatar, menunjukan kegiatan tektonik di lokasi ini tidak terlalu berkembang.

Pada dinding tegak air terjun Buhud Ci Kandung, memperlihatkan beberapa fosil laut. Menempel pada bidang tebing tegak dan berlapis, disusun oleh batulempung halus hingga kasar. Seperti yang diuraikan oleh Aswan dkk. (2013), dalam penelitian sheel bed. Kajian yang melihat hubungan fosil moluska, diselaraskan dengan umur dan kondisi pengendapannya.

Ditemui beberapa fosil, menandakan lapisan yang mengandung interklas cangkang dalam jumlah yang melimpah. Pada bagian bawah di singkapan batulempung,

Di Bagian lapisan atasnya ditemukan beberapa fosil Zaria Angulata, atau fosil siput Famili Turitrilliade. Kemudian di bagian bawahnya didapati moluska Simping pinggi (Placuna placenta), keberadaannya melimpah. Dalam kondisi lingkungan modern, ditemui di pantai berlumpur atau berpasir, pada lingkungan teluk kecil hingga laguna dengan kedalaman sekitar 100 meter.

Bukan saja keindahan bentang alam air terjun, menawarkan sejarah bumi. Bukti bahwa Sumedan bagian utara dahulu merupakan laut dalam, dibuktikan dengan kehadiran moluska.

Mataair Hulu Ci Kandung
Berada di sebelah selatan dari Curug Buhud, atau sekitar 10 km ke arah selatan. Merupakan hulu dari Ci Kandung. Berada di Nyalindung, Cimalaka. Berupa mata air yang ditampung dalam bentuk kolam yang berasal dari sumber mata air. Digunakan sebagai sumber mata air warga sekitar, hingga dimanfaatkan untuk pengairan sistem irigasi. Mata airnya ditampung, diperluas hingga membentuk kolam.

Airnya jernih dan tidak berbau, muncul diantara rekahan batuan vulkanik. Menurut warga berasal dari tujuh sumber mata air, muncul cukup stabil dan tidak pernah kering bila jatuh di musim kemarau.

Di bagian atas mata air ini berupa perbukitan yang ditempati oleh vegetasi dan hutan yang lebat. Bila merujuk kepada peta geologi lembar Bandung (Silitonga, 2003), disusun oleh Hasil Gunungapi Tua Lava (Qvl). Dari kondisi batuan yang hadir di sekitar kolam ini, berupa bongkah-bongkah lava, yang ditindih piroklastik di bagian atasnya. Air mengalir melalui pori-pori batuan piroklastik, kemudian mengalir di atas lava yang tidak memiliki kemampuan meloloskan air (permeabilitas). Sehingga kondisi demikian disebut mata air kontak, mata air yang mengalir pada dua satuan batuan.

Dengan demikian menunjukan ciri mata air kontak, mata air yang muncul di kondisi batuan gunungapi. Karena berdekatan dengan G. Tampomas, maka bisa disimpulkan bahwa sebagian besar wilayah ini disusun oleh hasil gunungapi tersebut.

Menurut warga, didapati tujuh mata air yang mengisi kolam ini. Inlet-nya dari hutan desa di sebelah utara. Berupa perbukitan dan hutan keramat desa, diantaranya didapati makam keramat Aji Ilat. Dari bentuk makanya sangat sederhana, sehingga mencirikan bukan seseorang yang memiliki jabatan tinggi dalam struktur sosial. Namun keterangan warga, semasa hidupnya adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengelola mata air ini. Jabatan tersebut dalam bahasa Sunda disebut Ulu-Ulu mata air di kampung Nyalindung.

Makamnya dikelilingi oleh pohon kayu besar, ditaksir berumur lebih dari ratusan tahun. Menandakan hutan tersebut tidak pernah diusik dan tetap lestari. Merupakah daerah resapan air yang ideal, sehingga mata air ini tidak pernah kering.

Batu seperti perahu, memperlihatkan pola perlapukan di G. Geulis Tanjungmedar.
Petemuan tiga sungai di Curug Buhud.
Air terjun yang terbentuk dari sesar normal di Curug Buhud.
Bidang perlapisan tegak, memperlihatkan moluska besar di Curug Buhud.
Kolam mataair Cikandung yang ditunjang oleh hutan Nyalindung sebagai daerah imbuhan.