Selepas Ciwidey menuju Ranca Upas, jalanan sedikit terjal menanjak. Seiring jarak bertambah, jalan menyempit serta berbelok tajam melalui tinggian Punceling. Warga menyebutnya tanjakan maung, ditandai dengan patung Harimau ditepi jalan. Jalananan menenjak menandakan batas tekuk lereng G. Patuha di sebelah selatan, dan G. Tikukur dibagian utara. Sebelah timurnya dibatasi oleh perbukitan landai hingga tegak, disusun oleh aliran lava letusan G. Patuha. Berupa bongkah-bongkah besar yang menghiasi jalan menuju Rancaupas-Rancabali. Batuan tersebut warnaga gelap, meyudut kasar. Menandakan hasil pembekuan lava, dengan struktur aa lava, hingga blocky lava. Struktur demikian biasa terbentuk pada saat lava mengalir, kemudian membentuk fragmen dan blok lava hasil pembekuan. Sedangkan di bagian bawahnya terus mengalir, membentuk pola aliran lava yang mengikuti kontur lereng. Sumbernya bisa dipastikan berasal dari letusan G. Patuha, ciri dari letusan efusif. Saat gas berkurang, pascaletusan eksplosif disebut kegiatan letusan efusif.
Sebagian besar lereng tersebut ditempati oleh perkebunan kopi. Di sebelah utaranya berupa lembah dalam, dialiri Ci Karancang. Sungai yang berasal dari Pasir Cadas Panjang, mengalir ke utara hingga Ciwidey. Pengaliran sungai tersebut diapit oleh G. Tikukur, bagian dari kelompok gunungapi yang telah padam.
Kelompok gunungapi di sebelah barat daya Ciwidey, merupakan sistem gunugapi yang telah padam. Merupakan bagian dari sistem gunungai dorman Jawa Barat bagian selatan, berumur umur Kuarter. Bila memperhatikan peta kontur pegunungan bagian selatan, memperlihatkan jajaran tinggian sebelah selatan. Disebut Zona Pegunungan Selatan, hadir akibat pembentukan busur magmatis Sunda, dikendalikan oleh aktivitas penunjaman (subduksi) lempeng Samudera Indonesia yang menyusup di bawah Pulau Jawa bagian selatan. Pergerakkan antara 6-10 cm per tahun relatif ke arah utara, menyebabkan energinya tidak mampu menghasilkan gempa (seismik).
Gunungapi yang telah padam tersebut, masih memancarkan panasbumi. Menandakan adanya sumber panas, jauh di bawah permukaan bumi. kemudian kotak dengan batuan penutup, menyebabkan pancaran panas tersebut kontak dengan air tanah dangkal. Proses demikian menghasilkan uap panas, kemudian dimanfaatkan sebagai sumber daya energi terbarukan. Terutama untuk G. Patuha
Dalam peta lama lembar dituliskan Tjiwidel, diterbitkan oleh Army Map Service, 1945. Kemungkinan keliru dalam penulisan nama geografis, seharusnya ditulis Ciwidey, Pada peta tersebut memberikan gambaran posisi topografi puncak perbukitan, di sebelah barat laut G. Patuha.

Terlihat tiga kerucut menempati wilayah sebelah utara dari G. Patuha. Diantaranya kerucut sebelah barat, dituliskan Pasir Tjadaspanjang (Cadaspanjang) 2050 meter dpl., kemudian kerucut didapati kerucut di sebelah timur, tidak ada nama, namun dalam peta pemutakhiran berikutnya ditulis Puncak Ranca Upas 2020 meter dpl.
Di sebelah utaranya didapati G. Kolotok 1992 meter dpl. kemudian penutup ketiga rangkaian puncak sebelah timur disebut G. Tikoekoer (Tikukur) 1951 meter dpl. Bila ditarik garis imajiner dari ketipa puncak tersebut, memberikan gambaran imajiner batas gawir. Berupa kawah berbentuk tapal kuda, terbuka ke arah selatan.Tafsiran demikian dicirikan dari elevasi ketiga puncak yang hampir sama. Sedangkan kerucut yang tumbuh di bagian tengahnya ditafsir sebagai lava dome, yaitu Pasir Rancaupas.
Selanjutnya pada peta tersebut menggambarkan posisi dataran rendah, ditempati oleh rawa. Disebut Rancawalini, kemudian satu sistem rawa sebelah timurnya adalah Rancaupas. Rawa-rawa tersebut merupakan intermountain basin, atau cekungan antar gunung. Antara G. Patuha sebelah selatan, dan kelompok Cadaspanjang-Kolotok-Tikukur di bagian utara.
Bila merujuk kepada Sandi Stratigrafi Indonesia (1996), dikenal dengan sistem pengelompokan melalui satuan stratigrafi gungapi. Tingkatan tersebut diurutkan dari kecil ke besar, gumuk, khuluk, bregada, manggala dan busur. Dengan demikian bisa dikelompokan ke dalam khuluk, dan satuan gumuk. Diantaranya didapati dua khuluk, Patuha dan Rancabali. Dicirikan dengan kumpulan batuan atau endapan gunungapi yang dihasilkan oleh satu atau lebih titik letusan, membentuk tubuh gunungapi.
Kemudian satuan yang lebih kecil disebut gumuk, merupakan bagian dari khuluk. Dicirikan dengan kerucut hasil dari satu kali letusan. Diantaranya gumuk Cadaspanjang, gumuk Kolotok, gumuk Rancaupas, gumuk Tikukur.
Rancawalini (rawa), dan Rancaupas disumbang oleh beberapa sungai yang berasal dari beberapa perbukitan. Diantaranya dari tinggian Rancasuni disebelah barat, dan dari Cadaspanjang. Outlet atau keluaran aliran sungai, mengali ke Ci Karancang yang mengikut lembah antara G. Tikukur dan G. Patuha.
Pengalirannya ke timur laut, sejajar dengan jalan penghubung Ciwidey-Rancabali. Muaranya ke danau disebut Legokkondang. Namun saat ini keberadaan danau tersebut telah sirna, bersalin rupa menjadi. Diantaranya menjadi hunian warga dan sarana pariwisata Hotel Emte Highland.
Keberadaan rawa tersebut, menandakan melimpahkan sumber mata air. Sehingga sebagian besar kawasan ini menjadi lahan perkebunan, diusahakan oleh pihak partikelir. Terutama kawasan sebelah barat dan timur G. Patuha. Produksi perkebunan ini lahir seiring penerbitan Undang-Undang Agraria 1870 yang memperbolehkan pihak swasta menguasai lahan di priangan Diantaranya Onderneming atau perusahan masa kolonial, seperti Patoehalanden. Menempati sebagian besar Rancawalini, kemudian di sebelah baratnya Onderneming Sperata yang berdampingan dengan Onderneming Patengan. Ke utaranya ditempati Onderneming Rantjasoeni (Rancasuni), dan Onderneming Simumbra.
Diantara hamparan perkebunan, beberapa lahan masuk ke dalam pengelolaan negara. Dimanfaatkan menjadi tujuan wisata. Diantaranya jalur pendakian Cadaspanjang. Kawasan saat ini dibawah pengelolaan Perhutani KPH Bandung Selatan. Sebagian besar beralih fungsi menjadi lahan wisata, dikelola melalui anak perusahaan PT Perhutani Alam Wisata (PT Palawi), milik Perusahaan Umum Milik Negara/BUMN.
Seiring dengan pengmebangan ke arah pariwisata, menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan. Diantaranya tumbuhnya objek wisata berupa taman rekreasi hingga restaurant. Menyebabkan perubahan lahan hutan, menjadi bangunan. Sehingga perlu untuk ditinjau ulang, agar pengelolaan wisata tersebut berpihak kepada kelestarian lingkungan.




